Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerhana Matahari dan Gerhana “Matahati”

9 Maret 2016   09:42 Diperbarui: 9 Maret 2016   10:35 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tuhan Yang Maha Kasih telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Hal ini tertuang dalam Al- Qur’an di Surah At-Tin ayat 4 “ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.   Manusia menjadi senter dari jagat raya. Manusia menjadi inti dari cerita kehidupan. Alam semesta dipersembahkan Tuhan untuk manusia bahkan agama diturunkan untuk manusia bukan manusia untuk agama. Begitupun matahari, bulan dan bumi yang kita tempati  semata-mata diciptakan hanya untuk manusia.

Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT)  yang telah terjadi pada tanggal 9 Maret 2016 adalah “SMS” Tuhan pada kita melalui  gejala alam. GMT  merupakan peristiwa di mana posisi bulan, matahari dan bumi sejajar dan berada pada garis lurus. Pesan  sederhana  yang bisa kita maknai dari GMT adalah pentingnya kesejajajaran, kelurusan, kejujuran, keserasian, seirama dan sejajar antara pikiran, perkataan dan perbuatan dalam kehidupan di  jagat sosial.

Sejajarnya matahari, bulan dan bumi dalam gerhana matahari di jagat raya sekali lagi sebaiknya ditangkap sebagai pesan Tuhan tentang pentingnya “sejajar” antara pikiran, perkataan dan perbuatan di jagat kehidupan sosial.  Gerhana Matahari Total sama dengan pentingnya totalitas kolektif bangsa di negeri ini untuk “Gerhana Matahati Total.” Total bagi Bangsa Indonesia untuk melakukan “gerhana” bersama yakni mensejajarkan antara pikiran, perkataan dan perbuatan dalam mengelola negeri ini. Negeri ini perlu dikelola dengan spirit  matahati yang mulia bukan  spirit mata pencaharian. Mengelola  negeri dengan matahati akan mempertimbangkan pentinnya masa depan bangsa, sebaliknya mengelola  negeri ini dengan spirit mata pencaharian akan merampok  hak generasi masa depan bangsa.

Para guru, politisi, para kepala daerah, menteri, presiden dan msyarakat pada umumnya mari melakuakn “gerhana” bergerak  sejajar bersama membangun negeri ini dengan menjunjung tinggi etika masa depan. Mengutamakan nasib masa depan bangsa dan negara bukan nasib pribadi, kelompok, partai dan pragmatisme sempit.  Matahari, bulan dan bumi yang jaraknya sangat berjauhan mampu sejajar dalam fenomena gerhana. Manusia yang berdekatan dalam bumi yang sama sebaiknya “sejajar” dalam membangun kesejahteraan bersama.

Gerhana adalah bentuk formasi, koreografi dan bentuk ketaatan matahari, bumi dan bulan kepada Tuhan ketika diperintah untuk lurus dan sejajar.  Manusia, bisakah menuruti perintah Tuhan untuk lurus, sejajar dan berkoreografi secara kolektif untuk kesejahteraan bersama? Seharusnya bangsa manusia  di jagat raya ini ketika masuk era globalisasi bergerak bersama untuk lebih baik. Bukan sebaliknya terjadi “zig-zag” dimana negara yang adi daya mengeksploitasi negara terbelakang.  Embargo dan campur tangan ipoleksosbudtek (ideologi, politik, sosial, budaya dan teknologi) menjadi bagian dari konprontasi antar bangsa.

Begitupun di dalam negeri ini sebaiknya para “aktor” yang ada pada badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif  mampu sejajar seperti GMT. Bila badan  Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif sudah sejajar, lurus dan jujur mendedikasikan lembaga semata  untuk rakyat maka kehidupan akan terang benderang.  Kehidupan yang manusiawi dan harmoni akan tercipta dan endingnya adalah kesejahteraan bersama.

Ketika manusia  pada awal peradaban menyembah matahari, mendewakan  bulan dan bahkan memuja bumi sebagai dewi kesuburan namun “lupa” Sang Penciptanya maka Tuhan menegurnya dengan GMT. GMT menjelaskan tentang ketaatan makhluk matahari, bulan dan atas perintah Tuhan  untuk berbaris dan sejajar.  Maka ini memberikan kesadaran pada manusia agar tidak menyembah matahari, bulan dan bumi melainkan menyembah pencipta-Nya, yakni Tuhan.

Nah sekarang bagi kita manusia yang beriman  sebaiknya kita tidak “menyembah” makhluk  material melainkan  menyembah Sang Khalik. Menyembah Sang Khalik perlu “sejajar” antara pikiran, perkataan dan perbuatan sebagai wujud konsistensi pada misi kebaikan.  Dalam mengelola negeri ini terutama para legislator, eksekutor dan yudikator sebaiknya memiliki integritas, lurus, jujur, sejajar seperti matahari, bumi dan bulan dalam GMT. 

Intinya sholat gerhana, ritual dan acara apapun tidak menjadi  bermakna bila  selesai “perayaan” pikiran, perkataan dan perbuatan tidak  seirama, sejajar dan lurus dalam menebar manfaat yang  berorientasi  pada kesejahteraan bersama.  Sejajarnya matahari, bulan dan bumi dalam GMT memberi pesan  untuk  semua umat manusia agar kita lurus dan jujur dalam kehidupan. DNK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun