Ekspektasi guru-guru SMA/SMK untuk lebih baik pasca alih kelola dari pemerintah daerah kota/kabupaten ke pemerintah daerah setingkat provinsi cukup kuat. Impian lebih sejahtera, terlindungi dan mendapatkan kemudahan dalam mengembangkan profesionalitas kolektif guru cukup menguat. Ini realitas modal mental kolektif awal yang harus difahami pemerintah provinsi bahwa para guru SMA/SMK mayoritas “mendukung” penuh alih kelola.
Beberapa permasalahan guru yang belum sempat terselesaikan di era pra alih kelola diharapkan tuntas ketika para guru SMA/SMK sudah ditangani pemerintah provinsi. Hal yang paling mengemuka adalah nasib para honorer di semua kota/kabupaten di Indonesia karena cenderung diskriminatif dan belum dilayani dengan baik. Alih kelola bagi para guru honorer adalah impian alih nasib.
Jujur, alih kelola adalah alih nasib dalam perspektif kolektif para guru honorer SMA/SMK. Bila penanganan para guru honorer pasca alih kelola terkesan lambat dan tidak siap maka pelan tapi pasti akan menimbulkan keresahan. Keresahan para guru honorer SMA/SMK jangan sampai “menular” ke wilayah pemerintahan provinsi.
PGRI sebagai organisasi profesi guru sudah sangat lama memahami kuatnya aspirasi dan ekspektasi para guru SMA/SMK untuk lebih baik dan dimanusiawikan. Pada UURI No 14 Tahun 2005 (UUGD) Pasal 39 dijelaskan bahwa “Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.” Realitasnya upaya “perlindungan” terhadap guru-guru terutama yang masih honoerer masih jauh panggang dari api.
Pesan “perlindungan” dalam undang-undang di atas mengacu pada betapa pentingnya para guru untuk diperhatikan kesejahteraan dan kehormatan profesinya. PGRI sebagai organisasi terbesar dan memiliki anggota sampai ke pelosok gunung memahami realitas objektif disetiap satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia masih banyak guru-guru terutama yang honorer belum terlindungi.
Melihat undang-undang dan hadirnya era alih kelola maka pemerintah provinsi wajib mengambil momen untuk memberikan “perlindungan” terhadap realitas diskriminatif yang selama ini belum terselesaikan. Idealitas kebijakan birokrasi pendidikan yang mesti dilakukan pasca alih kelola adalah SEGERA!!! Selamatkan nasib guru-guru honorer. Bila tidak ada tindakan segera dan terlihat lambat maka dipastikan pelan tapi pasti akan ada kesimpulan kolektif para guru honoerer bahwa alih kelola adalah alih politik, bukan alih “perlindungan”
Bila alih kelola dipersepsi guru SMA/SMK identik dengan alih politik, alih proyek, alih hegemoni dan alih aset yang disponsori oleh politik pemerintah pusat maka akan menjadi masalah baru. Semoga realitasnya tidak demikian. Bahkan yang harus terjadi adalah persepsi positif para guru SMA/SMK bahwa alih kelola adalah alih kesejahteraan, alih nasib lebih berkembang, alih pengabdian lebih luas dan penyegaran birokrasi yang merit mutualistik.