Ungkapan, "Hargai orang yang berpuasa" itu sangat umum. Agak tidak umum adalah "Hargai orang yang tak berpuasa". Orang berpuasa itu biasanya orang sehat, lahir dan bathin. Orang yang tidak berpuasa itu bukan berarti tidak sehat lahir bathin. Bisa jadi karena Ia bukan penganut agama yang sedang mewajibkan puasa.
Tidak menutup kemungkinan ada sejumlah orang muslim  pekerja kasar Ia pun tidak berpuasa. Karena sikon "kemiskinan"  untuk memberi nafkah keluarga dan memaksa dirinya harus kerja berat, kerja kasar yang luar biasa fisikan.  Atau orang yang dalam perjalanan jauh. Kalau orang sehat lahir bathin, kaya raya berpuasa tak aneh.
Bahkan mungkin ada yang berpuasa itu plus-plus. Apa plus-plus? Selain Ia harus berpuasa karena di bulan ramadan Ia pun dianjurkan dokternya berpuasa untuk kesehatan kolesterolnya. Plus sebagai orang kaya, Ia bisa santai surantai menikmati hari-hari dengan baik. Tanpa harus berpikir bagaimana mencari makan. Masa depan sudah aman!
Syekh Said Muhammad Ba'asyin mengatakan "Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya" (NuOnline).
Orang kaya yang sehat lahir bathin dan tidak kerja berat, tentu "wajib" berpuasa. Orang miskin yang bekerja kasar dan dalam perjalanan mencari nafkah adalah kondisi yang sulit. Â
Orang miskin yang membuka warung berjualan pun harus dihargai. Ia mencari nafkah bagi keluarganya. Siapa yang beli? Siapa saja bisa. Orang sakit, orang musafir, perempuan haid, pekerja kasar, penganutb agama yang berbeda dan anak-anak.
Menghargai orang yang tak berpuasa itu wajar dan nalar. Â Jangan sampai ada razia sembarangan dan tak kenal ampun pada warung nasi yang buka. Kecuali sang pelaku razia mampu memberi zaminan nafkah bagi Si Pemilik warung. Sebaliknya Si Pemilik warung jangan nantangin dan terlalu vulgar buka warung nasi. Jangan sampai yang berpuasa kurang terhargai.
Orang yang berpuasa dihargai, orang yang tidak puasa dihargai, orang yang cari nafkah dihargai, itu  lebih baik.  Hidup beragama itu mudah dan tidak sulit.  Dalam firman Allah Surah Al-Baqarah: 185, " ... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ...". Agama itu  __semua agama__ tidak bermisi menyulitkan manusia. Agama hadir untuk manusia, bukan manusia untuk agama.
Indahnya beragama, menurut Raden Caca Danuwijaya, "Saat kita salam diakhir shalat itu punya makna yang sangat luas". Selesai shalat kita harus menyebarkan keselamatan ke seluruh umat manusia bahkan keseluruh alam. Manusia itu penyelamat dan harus menjadi makhluk yang selalu memberi ucapan, "Selamat". Bukan selasai shalat malah nyinnyiran pada orang lain.
Menurut Raden Caca Danuwijaya, bila selesai shalat kita nyinyiran dan berbuat yang tak elok pada sesama, Â akan bertabrakan dengan makna ritual shalat.Â
Terutama  saat mengucap salam mengakhiri shalat.  Shalat itu puncak dizikir, komunikasi dengan Tuhan. Shalat itu menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar.  Menjauhkan  diri dari perbuatan keji pada sesama, pada pemimpin bangsa dan lainnya.