Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Waspadalah, Guru Tak Boleh Netral!

22 Juni 2018   05:00 Diperbarui: 22 Juni 2018   05:08 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila menjadi kepala daerah  setingkat walikota dan gubernur hanya untuk kepentingan ambisi pribadi, partai, kelompok dan pengusaha tertentu. Maka pemilihan walikota dan gubernur hanyalah ajang demokrasi penipuan pada publik. Menjadi ajang pesta  demokrasi penuh nafsu, penuh ambisi. Ujungnya menyengsarakan dan menipu  rakyat.

Budaya politik yang harus dikembangkan adalah budaya politik keteladanan dan pelayanan yang mendidik. Saat ini adalah tahun politik. Lagu, kaos, baliho, kendaraan banyak yang mermuatan pesan dan rayuan politik. Tidak apa-apa bermuatan politik asal sifatnya mengedukasi dan memberi apresiasi bukan menyebar kebencian.

Dalam posisi ini para guru sebagai warga masyarakat yang semuanya sarjana dan memiliki mentalitas mendidik, harus terlibat. Guru harus terlibat dan berpihak, jangan sekali-kali netral. 

Berpihak pada siapa? Berpihak pada pasangan yang paling baik diantara yang terbaik. Caranya bagaimana? Setiap guru wajib menjadi pelayan informatif bagi masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya. Namun tidak kampanye, melainkan mengedukasi dan menggiring agar memilih dengan baik pada paslon terbaik.

Masyarakat punya hak politik dan hak suara. Justru guru harus aktif di tahun politik,  ketika masyarakat butuh informasi dan mau menyalurkan hak politiknya. Guru harus aktif membantu mencerdaswaraskan masyarakat dalam memilih calon terbaik. 

Jangan sampai guru pasif, netral dan apatis. Setiap guru harus aktif dan kontributif pada masyarakat terkait politik. Sebagai guru Saya sendiri banyak ditanya. Bapak pilih yang mana?

Bila para guru netral sebenarnya telah menabrak etika keguruaannya dan  hak politiknya. Guru punya beban mendidik publik dan memiliki hak suara. Guru adalah ormas terbesar di negeri ini melebihi 3 juta. Potensi guru sebenarnya mampu dijadikan alat bantu politik non formal. 

Melalui organisasi profesi guru, informasi dan edukasi politik bisa ditumbuhkan. Guru harus melek politik, cerdas berpolitik dan mampu mewaraskan masyarakat agar memilih dengan baik.

Tugas guru  secara formal adalah mendidik anak di ruang kelas dan kontributif mendidik publik di ruang politik masyarakat.  Guru jangang netral. Ia harus berpihak pada kebaikan. Berpihak pada kemajuan. Berpihak pada perubahan. 

Termasuk berpihak pada tokoh dan calon terbaik  dalam pemilihan kepala daerah.  Guru terlarang berpihak pada calon kepala daerah yang diprediksi akan membuat daerah  malah lebih mundur.

Hanya guru bodoh yang diam, apatis, tak tahu dan tak mengerti dinamika politik. Bahkan lebih bodoh lagi adalah guru yang menjadi korban politik. Guru sebaiknya menjadi pencerah politik dan menolong masyarakat agar tidak menjadi korban politik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun