Bila ada penilaian PPDB Jabar  buruk, sesungguhnya lebih mengarah pada proses PPDB kabupaten dan kota yang masih kental dengan titip-menitip. Bahkan, bisa jadi ungkapan PPDB Jabar bermasalah adalah ungkapan politis dari kekecewaan terjegalnya 'surat sakti' dari para politisi yang sudah tidak berlaku lagi di PPDB Disdik Jabar.
PPDB Jabar juga bisa disebut bermasalah, bisa juga sebagai stigmatisasi atau upaya 'menggoreng', atau bahkan ngagogoreng (menjelekan.RED) sebagai bagian dari agenda politis tertentu. Bila PPDB Disdik Jabar masih menyisakan banyak kekurangan, itu benar. Bukankah ini yang pertama? Masih perdana dan masih belajar.
Namun bukankah PPDB kabupaten dan kota sudah bertahun-tahun? Mengapa masih terus terjadi politisasi, aneksasi, hingga surat sakti? Ini perlu terus kita pantau bersama agar lebih baik. Jangan-jangan ungkapan PPDB Jabar bermasalah, sesungguhnya bermuara pada PPDB kabupaten dan kota yang mirip syair sebuah lagu, 'Aku masih seperti yang dulu'.
Semoga seiring upaya peningkatan angka partisipasi kasar (APK) ini dibarengi upaya ketaatan pada aturan PPDB. Bila masyarakat mengalami peningkatan partisipasi melanjutkan sekolah semakin tinggi, dan ketaatan pada aturan PPDB semakin tinggi, hal ini menjelaskan kedewasaan kolektif masyarakat kita sedang bertumbuh lebih baik. Bila sebaliknya, maka upaya perbaikan pendidikan masih jauh dari membaik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H