Sudah bukan rahasia umum lagi bila para kepala sekolah dari sekolah favorit sulit dihubungi dan “tak bisa” hadir di sekolah saat musim PPDB. Ini satu realitas yang tidak sehat dan harus segera dihentikan. Mengapa demikian? Karena kepala sekolah adalah pelayan publik yang harus lebih hadir saat PPDB. PPDB adalah momen sakral yang menjelaskan miniatur wajah pendidikan Indonesia dalam melayani publik. Ketidakhadiran kepala sekolah ibarat pasukan tanpa panglima dalam pelayanan pendidikan.
Mengapa setiap sekolah favorit yang kebanjiran peminat siswa baru kepala sekolahnya selalu tidak dapat ditemui dan menghindar dari “medan perang” pelayanan pendidikan. Bukankah momen PPDB adalah momen terbaik untuk melayani publik? Ini satu realitas anomali dalam sebagian sekolah kita. Kebanyakan kepala sekolah sangat menghendaki memimpin sekolah besar, favorit dan memiliki akreditasi terbaik. Namun sayang saat PPDB para kepala sekolah “menyulitkan” dirinya untuk berada di sekolah.
Harus difahami juga bahwa ketidakhadiran para kepala sekolah di sekolah favorit karena terlalu banyak tekanan dan bahkan intimidasi dari pihak-pihak yang tak memahami etika pendidikan. Sekolah tidak boleh terpolusi oleh “surat sakti”, tekanan okum LSM, oknum wartawan bodrek, oknum birokrasi pendidikan, oknum kejaksaan, oknum preman dll. Bila hal ini terjadi maka pantaslah para kepala sekolah “menghilangkan diri” dari kantornya. Hal ini untuk menghindari dan meminimalisir penyimpangan dalam PPDB.
Kepala sekolah seperti menjadi “penjahat” yang dikejar-kejar semua orang. Beruntung kalau yang mengejar kepala sekolah itu adalah orang baik yang berniat baik. Bagaimana kalau yang mengejar-ngejar itu orang tak baik dan berniat tak baik atau bahkan yang mengejar “atasan” yang memaksakan niat tak baik. Kasihan kepala sekolah dari sekolah favorit, beruntung saja hanya setahun sekalai andaikan tiap bulan mungkin banyak kepala sekolah yang masuk rumah sakit karena kelelahan.
Apakah hal di atas harus terus terjadi? Stop! Banyak hal buruk terjadi dinegeri ini namun sebaiknya dimensi pendidikan harus menjadi pembaik. Pembaik atas segala kekurangbaikan yang terjadi dalam berbagai dimensi. Revolusi mental dadakan versi birokrasi dan politik yang berkuasa memang cukup revolusif namun revolusi mental versi pendidikan jauh lebih investatif dan baik. Proses pendidikanlah yang membuat semua bangsa dapat bangkit dan memperbaiki masa depannya. Mari semua pihak untuk tidak berbuat anomali pada dunia pendidikan. Berikan kedaualatan manajemen pendidikan pada guru-guru dalam komando para kepala sekolah. Bukankah dalam PP no 17 Tahun 2010 PPDB otoritasnya ada di sekolah, di dewan guru?
Mari semua sekolah untuk menguatkan kapasitas kolektif guru, menguatkan pelayanan dan memperbaiki citra sekolah. Kepala sekolah dan guru harus berani menjadi pembaik dan pembawa misi perubahan masayarakat melalui pendidikan. Sekolah atau institusi pendidikan adalah “dapur” perubahan masa depan bangsa. Bila hari ini harga daging sapi perlu diturunkan maka tekanan pada pendidikanpun harus diturunkan. Kepala daerah, kadisdik, kepala UPT dan semua kepala sekolah adalah penentu utama mengembalikan kedaulatan sekolah sebagai pembaik bagi masyarakat masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI