Bolehkah Guru Merokok di Sekolah?
Oleh : Dudung Koswara, M.Pd.
Sebuah pepatah lama yang tak asing di telinga kita “Guru kencing berdiri, anak (siswa) kencing berlari.” Anak adalah peniru ulung.Begitupun seorang siswa/peserta didik akan mengimitasi apa yang dilakukan guru sebagai role modelnya. Masa pertumbuhan dan masa mencari identitas diri menjebaknya pada keinginan meniru perilaku orang lain, orang tua, guru, selebritis atau teman sebaya. Terutama guru, sebagai pembawa pesan moralitas, seorang guru dituntut untuk menjadi teladan yang baik.
Menjadi guru di zaman ini, sangat-sangat berat. Ditengah zaman yang semakin pragmatis dan hedonistik, seorang guru harus tetap tampil memesona. Guru harus mampu menjadi mediator dalam mengenal/memahami dunia nyata dan dunia masa depan yang akan dialami peserta didiknya. Selain mengajar dan mendidik, seorangguru dengansegala keterbatasannya harus mampu menterjemahkan setiap fenomena kehidupan yang ditanyakan oleh peserta didiknya. Berat, sangat-sangat berat menjadi guru di zaman ini.
Dunia internet, televisi, mall, panggung hiburan, media massa dan lingkungan sosial telah menjadi “guru” bagi remaja pelajar di zaman ini. Berbagai hal yang ditemukan remaja pelajar dalam kesehariannya menjadi referensi alami untuk ditiru atau dihindarinya. Meniru hal jelek di luar sekolah, sudah bukan tanggungjawab guru lagi. Tetapi meniru hal buruk yang ada dilingkungan satuan pendidikan, menjadi bagian dari tanggungjawab guru. Apalagi bila hal buruk itu justru datang dari guru itu sendiri. Dengan segala keterbatasan dan kekurangannya seorang guru dapat melakukan sebuah kealpaan, atau kesalahan melekat dan menganggap ringan.
Kali ini penulis ingin menemutunjukan kesalahan yang dianggap kecil, tapi berdampak besar. Kesalahan itu adalah guru merokok dilingkungan sekolah. Sebuah kesalahan yang dianggap ringan tapi berdampak patal. Kesalahan yang prinsip dan mendasar.Hemat penulis, ini sebuah kesalahan yang dahsyat. Benarkah? Mari kita telaah. Bila gurudengan bebas merokok dilingkungan sekolah maka secara tidak langsung ada hal negatif yang bisa dicerna peserta didik. Pertama, guru dianggap “buta huruf”, tidak mampu membacaseruan moral yang ada di kemasan rokok. Jelas tertulis, Merokok dapat merusak kesehatan”, Mungkinkah guru buta huruf? Rasanya tidak mungkin. Peserta didik akan menyimpulkan gurunya bukan buta huruf, tetapi “buta” niat baik.
Kedua, peserta didik akan menganggap aturan atau pesan baik itu bukan untuk ditaati, tetapi harus dilanggar. Guru saja melanggar pesan baikyang ada dalam kemasan roko. Pesan baik dari mulut guru dimentahkan oleh kepentingan mulutnya sendiri dengan menghisap rokok. Ketiga, guru akan dianggap sosok yang tidak konsisten. Ia menyuruh untuk tidak merokok tetapi dirinya mengkonsumsi rokok.
Keempat, peserta didik akan mengaggap merugikan orang lain itu boleh. Karena guru yang merokok akan merugikan/memberikan penyakit pada perokok pasif. Kelima, guru dianggap kurang memahami ajaran agama dengan baik. Karena dalam ajaran agama kita dianjurkan menjaga kesehatan diri. Merokok termasuk merusak kesehatan diri.Keenam, guru dianggap tidak mengajarkan hidup hemat dan bersih. Uang yang dibelikan untuk rokok bila diakumulasi maka jumlahnya tidak sedikit serta puntung rokokdapat mengotori ruangan.
Menurut dr. Nanang A Parwoto, SpKJ, MARS, Staf Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, rokok merupakan salah satu bahan adiktif seperti narkoba, dan rokok merupakan jalan masuk seseorang untuk menjadi pemakai narkoba. Jadi bagi penulis (maaf bukan lebay) guru merokok dan sering dilihat oleh peserta didik secara tidak langsung menggiring siswa untuk mencoba meniru sesuatu yang tidak baik. Guru kencing berdiri, anak kencing berlari, dapat berubah menjadi guru merokok anak mengenal narkoba. Rokok bagi penulis bila dikonsumsi pelajar termasuk pada “narkoba” yang sah, sebelum pada narkoba yang sebenarnya.
Bila kita para guru mau auto kritik perhatikan tulisan ini. Guru merokok, siswa narkoba. Guru terlambat, siswa membolos. Guru membolos, siswa tawuran. Guru cuek, siswa gak mau kenal. Guru galak, siswa dendam. Guru tak meyakinkan, siswa tak menghargai. Guru tidak kompeten, siswa mentertawakan. Guru tidak santun, siswa kasar. Mari kita untuk terus mawas diri atas segala keterbatasan dan kelemahan kita. Pada dasarnya “pertontonkan” segala keteladanan yang baik. Mari kita giring remaja pelajar kita untuk lebih baik, diantaranya tidak merokok, karena merokok adalah “prolog” menuju narkoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H