"Ya Rabbi, tolong selamatkan anakku dia adalah darah dagingku," rintih nabi Nuh As. memelas kasih sayang Tuhannya.
Saat gelombang air bah datang susul-menyusul menyeruak rimbunnya hutan belantara tempat bahtera Nuh didamparkan.
"Anakku, mari ke mari naik bersama bapakmu agar selamat dari banjir bandang yang takkan selamat seorang pun kecuali yang taat kepada-Nya."
Sang anak menjawab, "Aku akan berlindung ke tempat tinggi, naik ke pohon yang lebih tinggi."
Allah menjawab permohonan Nuh, "Sebenarnya dia bukan bagian dari keluargamu, karena di berperilaku tidak baik, sebab itu kamu jangan memohon sesuatu yang kamu sendiri tidak tahu hakikat kebenarannya. Sesungguhnya Aku memperingatkanmu agar tidak termasuk kepada golongan orang-orang yang bodoh."
Lantas Nuh menjawab, "Ya Allah aku berlindung dan memohon ampun dari keteledoranku yang tak pernah tahu hakikat kejadian ini, jika Engkau tidak mengampuniku niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi."
Nabi Nuh As. "ditampar" oleh anaknya sendiri.
Tuhan Maha Tahu, Tuhan Maha Pemaaf. Segala kejadian banjir bandang dan pembangkangan anaknya merupakan bagian skenario Allah Ta'ala.
Nabi Nuh berdakwah ratusan tahun mengajak umatnya kepada kebaikan, namun apa dikata istri dan anaknya malah mencoreng tugas dakwahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H