Namun setelah waktu berlalu hampir 5 tahun lamanya setelah kejadian itu, nabi dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Mekah.
Nabi Saw. pun mengumpulkan penduduk Mekah, ketika semua berkumpul pandangan nabi tertuju kepada sang pembunuh pamannya yakni Hindun dan Wahsyi.
Nabi Saw. memalingkan pandangannya sambil berkata: "Antum tulaqoo" (kalian semua bebas).
Bukan karena dendam nabi memalingkan wajahnya, namun saat melihat wajah sang pembunuh pamannya, ingatannya selalu terbayang pada jasad Hamzah.
Kebesaran hati sang nabi untuk memaafkan musuh-musuhnya tentu tak lepas dari peran Allah yang Maha Rahman-Rahim.
Nabi adalah manusia biasa sebagaimana yang selalu dia katakan kepada para sahabatnya. Luka hati itu masih tetap ada walau sudah bertahun lamanya.
Namun nabi adalah sosok orang yang terbimbing sehingga beliau harus berusaha semaksimal mungkin membimbing hatinya agar jangan pernah terjebak dengan bisikkan setan untuk terus menyimpan dendam.
Uswah ini akan menjadi teladan bagi kita pengikutnya. Luka hati boleh masih tetap ada tapi bagaimana cara me-manage agar ia tidak menjadi dendam berkepanjangan yang diwariskan turun-temurun.
Dalam kehidupan berumah tangga pun tak akan lepas dari situasi konflik, seperti sering orang katakan bahwa pasangan suami-istri itu laksana sendok dan garfu yang pasti suatu saat akan beradu satu sama lainnya.
Tapi beradunya itu adalah harmoni, jangan diteruskan menjadi baper-an, sakit hati dan lain sebagainya.
Adu mulut, diam-diaman merupakan bumbu bagi sebuah rumah tangga. Dan itu tidak mungkin terhindarkan.