Mohon tunggu...
Abah Raka
Abah Raka Mohon Tunggu... Buruh - catatan-catatan receh tentang filsafat dan politik

kanal personal: https://abahraka.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fesbuk, Tuhan Baru Manusia

20 November 2010   16:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:26 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Fesbuk kini bukan sekadar media jejaring social, tapi juga semacam berhala bahkan Tuhan baru bagi para penggunanya. Benarkah? Ya saya berfikir memang demikian. Betapa tidak, beberapa tahun belakangan, orang begitu menggandrungi fesbuk. Para penggunanya begitu mabuk oleh media tersebut. Lalai kerja karena fesbuk. Mencari jodoh minta ke fesbuk. Bahkan kini fesbuk pun menjadi tempat curhat di tengah malam, alih-alih sholat tahajud. Fesbuk diakui menjadi jembatan untuk saling menemukan kembali dari koleganya yang sudah loss kontak.

Tentu fenomena fesbuk yang sudah banyak diungkap oleh mainstream media khususnya tidak akan saya tulis disini, selain karena saya tidak pernah selesai membaca info tersebut sehingga tak bisa menuliskannya lagi, juga karena saya yakin kawan-kawan bloger sudah pada mafhum.
Beberapa hari yang lalu, sekitar tanggal 17 november 2010, saya sedang berselancar di fesbuk, tiba tiba saya temukan salah satu fesbuker yang menuliskan status, entah ini sebagai curhatan atau sebagai doa, barangkali temen bloger bisa menilainya sendiri, status tersebut cukup panjang:

“Atas nama-Mu ya Allah, aku melaksanakan tugas yg mulia ini, terimalah dia sbgai ibadahku kepadamu, untuk itu karuniakanlah aku menyerap sedikit saja sifatmu yang maha rahman... Karuniakanlah aku kmampuan mengartikulasikan, merancang strategi operational, melaksanakan ikhtiar dan usahaku ini, sehingga berhasil maksimal, dalam sistem takdirmu dan sistem iradahmu, kelak aku akan menuju jalanmu yang lurus...”

Tak lama berselang, saya pun berselancar lagi, tanpa sengaja saya temukan lagi status sejenis;

“Kini kupasrahkan spnuhnya kpd Engkau Wahai Penguasa Takdir! Tlh kujalani tugas hamba sbg manusia. Kini, hanya Engkau yg Maha Tahu dibalik sulitnya hamba mmproleh SKCK, Kartu kuning dll. Mdh2an goresan tangan, cu2ran keringat, terkurasnya materi, waktu&tenaga Kau catat sbg wujud ktaatanku pada-Mu. Laa hawula wala kuwata illa billah.....”

Seingat saya, sekali saya pernah membuat status yang hampir serupa, namun tentu segera ku sadari, mending nulis status yang agak lucu-lucu aja dh, itu pun jarang-jangan, bahkan seringnya fesbuku tanpa status he..he..,.

Sesaat setelah membaca status tersebut, tiba-tiba pikiran saya melayang ke beberapa ribu tahun yang lalu ketika ka’bah hanya dijadikan sebagai tempat menyembah berhala oleh masyarakat sekitar. Penyembahan berhala bukan berarti karena penduduk mekah tidak menyembah Tuhannya, namun karena mereka terlalu rendah diri untuk menyembah Tuhan sehingga menggunakan perantaraan berhala tersebut (washilah).

Tiba-tiba saya merasa khawatir, jangan-jangan kini fesbuk sudah dijadikan semacam berhala, menjadi perantara agar doanya terdengar oleh Tuhannya, karena para pembuat status tersebut merasa malu terhadap Tuhan karena tidak pernah bersilaturahmi dengan-Nya sehingga menyampaikan salam dan doa melalui media. Bukankah itu pula yang terjadi pada masyarakat lampau sebelum Nabi Muhammad SAW di utus? Saya merasa bisa jadi demikian. Jika hal ini terus-terusan terjadi maka berapa Ribu orang yang sudah tersesat dalam pemberhalaan fesbuk, dijadikan sebagai media untuk berdoa kepada Tuhan, tanpa melakukan perintah-Nya sama sekali.

Pantas saja salah satu teori komunikasi massa memunculkan tentang teori equation, yaitu adanya penyamaan fungsi media sebagai kawannya sendiri, media diajak curhat, dijadikan tempat bertanya, ia menjadi sumber inspirasi. Contoh misalnya ketika memiliki persoalan seks maka kita dapat bertanya ke media melalui rubric seksologi, ketika kita memiliki penyakit yang sulit disembuhkan kita pun bisa bertanya ke media melalui rubric bengkel hati misalnya. Begitupun media dapat dijadikan curhat, kita curhat ke mamah dedeh misalnya.
Namun jika Media menjadi pemberhalaan baru dan washilah agar do’anya didengar Tuhan sementara perintahnya tidak dijalankan, bukankah ini sudah menjadi kejatuhan pada kejahiliahan? Era Jahiliah di abad millennium.

Karena tidak sedikit orang yang meminta petunjuk melalui fesbuk, orang yang berdoa melalui fesbuk, orang yang meminta diterangkan jalannya oleh Tuhan melalui fesbuk, mengeluh kepada Tuhan melalui fesbuk. Bukankah ini sama dengan jaman jahiliah dulu yang berdoa kepada Tuhan tapi melalui perantraan Latta Uzza?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun