[caption id="attachment_206470" align="aligncenter" width="250" caption="gambar dari pks-kotacirebon.blogspot.com"][/caption] Pada tulisan terdahulu, Ahmad Heryawan: Gubernur Sejuta Spanduk, penulis menguraikan tentang banyaknya spanduk pak Gubernur di setiap sudut kota di Jawa Barat. Sejuta spanduk tidak merujuk pada jumlah yang sebenarnya, tetapi hanya symbol karena terlalu banyaknya spanduk Ahmad Heryawan sehingga membuat kota menjadi semrawut. Nah diantara spanduk, Banner, dan Baliho (SBB) tersebut ada satu karakter baliho besar yang sebarannya cukup banyak, yaitu yang bertuliskan “Sabisa-bisa, kudu bisa, pasti bisa”. Dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Sebisa-bisa, harus bisa, pasti bisa”
Beberapa kalangan sudah menjadikan jargon ini sebagai bahan sindiran pada beberapa acara, spanduknya yang bertebaran pun seringkali menjadi status fesbuk beberapa orang yang sudah tidak lagi emphati dengan tingkahnya karena begitu arogannya denmgan memasang spanduk hingga ke jalan-jalan kecil di Bandung jika tidak dikatakan di Jawa Barat.
Bagi yang bukan orang Sunda, atau bagi yang tidak faham bahasa Sunda, tahukah arti dari “Sabisa-bisa, kudu bisa, pasti bisa”?
Hmmm, saya sangat heran, kenapa orang sepintar pak Gubernur bisa membuat jargon yang menurut saya tidak elegan, bahkan cenderung memperlihatkan ketidakprofesionalan seorang Gubernur. Siapakah konsultannya? Sadarkah dia (Ahmad Heryawan) jika jargon tersebut justeru akan menurunkan tingkat popularitasnya sendiri? Kenapa saya bilang begitu? Inilah penjelasan sederhananya.
Sabisa-bisa
Sabisa-bisa menunjukan satu ikhtiar atau usaha dari orang yang tidak memiliki keahlian tertentu, namun ia diamanahi untuk mengerjakan sesuatu yang sebetulnya tidak ia kuasai, tidak ia fahami bagaimana cara mengerjakannya. Namun karena tugas ia terpaksa melakukannya. Ada hal yang harus digarisbawahi disini, yaitu antara terpaksa, namun mengandung makna positif juga karena ia memiliki tanggung Jawab. Tetapi keterpaksaan tersebut tetap saja mengandung arti yang negatif, yaitu tidak dibarenginya dengan profesionalisme. Sehingga munculah kalimat di atas, Sabisa-bisa, yang mengandung makna bahwa keahlian yang dimiliki untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu bersifat seadanya, sebisanya saja. Nah, jika sudah seperti ini, bukankah ini menunjukan ketidakprofesionalan? Benarkah bahwa Gubernur Jawa Barat periode sekarang tidak professional? Entah lah, saya hanya menafsirkan saja.
Selanjutnya kata “kudu bisa” mengandung arti secara harfiah ‘harus bisa’ sebuah kata sifat yang memaksa, harus! Yang diikuti oleh dua padanan kata terakhir yaitu “pasti bisa”
Dari semua rangkaian kata tersebut, saya menyimpulkan bahwa jika jika kemampuan kita sangat minim, seadanya, dikerjakan semampunya, tetapi disertai dengan pemaksaan terhadap diri agar melakukan maka pada akhirnya akan bisa.
Semua rangkaian kata tersebut tidak mengandung rangkaian yang logis dan rasional, tetapi emosional. Karena pada dasarnya tidak mungkin seseorang yang memiliki kemampuan seadanya, walaupun dipaksa untuk terus melakukan sesuatu akan berhasil melakukannya. Seperti pepatah sebuah hadits, “jika sesuatu diserahkan bukan pada ahlinya, tunggulah kehancuran”
Saya tidak hendak mengatakan bahwa Gubernur adalah orang yang tidak professional, tetapi dari slogannya tersebut, Pak Gubernur Ahmad Heryawan sepertinya hendak memaksakan sesuatu kepada seorang yang bukan ahlinya. Benarkah demikian? Entahlah! Sekali lagi saya hanya menafsirkan jargon yang dibuatnya tersebut.
Namun saya berharap bahwa Gubernur Jawa Barat ke Depan harus dipimpin oleh orang yang memaksakan kehendak namun tidak dibarengi dengan kemampuan maksimal serta minim pengalaman dalam memenej pemerintahan. Bukan orang yang bisa seadanya, atau sebisa-bisa aja memerintah rakyat.
Orang sunda sendiri, pasti bisa menilai apa sebenarnya makna dari sabisa-bisa…
Ini hanya opini pribadi…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H