[caption caption="RIP daging | Ilustrasi: reaganiterepublicanresistance.blogspot.com"][/caption]"Disini jual daging nasni." Itu tulisan yang terpampang di lapak dagangannya.
"Daging apa itu, Bang, nasni?," tanya seorang pemuda yang tergerak rasa ingin tau.
"Daging hewan, Dek," jawab si penjual singkat dan acuh. Sedikit terganggu dengan respon si penjual daging yang ogah-ogahan dalam melayaninya, namun rasa penasaran terlanjur menghampiri benak si pemuda, sehingga dia memilih untuk bertanya lebih lanjut. Walau tak urung keketusannya timbul karena respon si penjual.
"Ya iyalah Bang, daging hewan, masa daging manusia. Yang saya maksud daging hewan apa, Bang?" ujarnya kemudian.
Si penjual menghentikan kegiatannya memotong daging nasninya itu. Lalu menatap si pemuda dengan pandangan setengah mengamati, sisanya datar. Dia lalu menjawab, "hewan jenis baru yang saya temukan di hutan belakangan ini, susah saya kalau diminta menggambarkan wujudnya."
Tambah penasaran jadinya si pemuda. "Susah bagaimana maksudnya, Bang. Kan tinggal digambarkan saja, seperti kucing, seperti burung, seperti kadal." Si penjual tersenyum mendengarnya.
"Susah, Dek. Karena rupanya sering tak menentu. Kadangkala mulutnya panjang, lain hari saya ketemu yang mulutnya pendek. Kadang lehernya tipis dan panjang, namun bisa juga tebal dan kekar. Dek coba sajalah dulu kalau memang penasaran. Nanti kalau dirasa enak, dan kalau Dek masih ingin tahu, saya ajak Dek berburu nasni."
Menggaruk kepala, si pemuda bimbang untuk sejenak. "Boleh, Bang, saya coba?"
Si penjual merespon pertanyaan itu dengan mengiris daging nasni itu kira-kira seperempat kilogram, dan lalu membungkusnya dengan kantong plastik hitam. "Iya Dek, boleh, ini saya kasih gratis untuk dicoba dulu, nanti kalau Dek suka besok-besok baru beli."
Pemuda itu merasa bimbang, tapi tangannya tetap terulur menyambut pemberian si penjual daging. "Terimakasih ya Bang, kalau begitu," ucapnya kemudian, lalu tak lama beranjak pergi dari situ.
---