Mohon tunggu...
Dua Sayap
Dua Sayap Mohon Tunggu... -

Dua sayap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan Pengembara

2 Januari 2014   12:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Senja mengawali perjalanan panjang seorang pencari cahaya yg abadi. Lelah dan letih memenuhi setiap sudut dalam tubuhnya, tak menghiraukan segala penyakit yang akan mengancam semua denyut nadinya, ia berjalan tegap berdiri dan lantang....
Setiap sudut waktu ia berjalan dalam pikirannya, seolah langkah kakinya senada dengan perjalanan pikirannya. Keagungan sang RABB senantiasa ia tanamkan dalam benak, yang selalu mengiringi setiap langkahnya. Kepercayaan yang kokoh seakan menghancurkan rasa takut yang menghantui, menghapuskan segala dilema yang mengganggu...
Samudra ia arungi dengan hati yang melayang tinggi ke langit suci, tak terasa dalamnya samudra ia selami, tanpa sadar ia sudah terjun ke dasar yang sangat dalam. Pengembara takjub seketika ketika ia membuka mata nya, "dimanakah aku sekarang??apa yang sebenarnya terjadi? sampai aku masuk ke samudra ini...".

"Apa yg sebenarnya terjadi??", pengembara serentak berteriak dalam hati. Dalam kesunyian itu dia berdiri dan melihat sekitar, meyakinkan batinnya apa yang sebenarnya terjadi. Jalan yang gelap dan sunyi membuat mata serasa buta, dia menyusuri jalan tanpa sinar, dengan perlahan dan tertatih tatih, setapak demi setapak ia lewati. Kebingungan menyelimut hatinya, langkah kakinya pun berhenti dan berteriak dengan kerasnya "Dimanakah diriku sebenarnya??". Dan seketika itu, tiba - tiba sebuah cahaya terang yang menyilaukan mata datang menghampirinya, semakin dekat menghampirinya sampai ia menutupi matanya dengan kedua tangannya dan sontak ia terbangun dari tidurnya. Dengan nafas ketakutan pengembara terbangun, "Mimpi apa aku tadi?", "Syukurlah cuma mimpi". Bergegas ia bangun dan meminum segelas air, sambil duduk dengan memegang gelas di tangannya, ia penasaran dengan mimpi yang membuat dia ketakutan tadi. Ayam berkokok bersahutan di dinginnya malam menjelang pagi dan diringi suara berkumandang adzan subuh, pengembara membuka jendela kamar dan mengirup dalam - dalam udara yang dingin, lalu dia mengambil air wudlu dan bersiap menjalankan sholat shubuh.

Matahari mulai terik, pengembara bersiap melanjutkan perjalanannya. celana hitam diatas mata kaki, baju muslim coklat lengan panjang kesayangannya dan kopyah hitam yang selalu melekat di kepalanya ia kenakan dalam setiap perjalanan. Perjalanannya tak tentu arah, tiada tujuan, dia mengikuti langkah kaki. Pengembara menyebut perjalanan ini adalah pencarian sebuah cahaya, cahaya di atas cahaya, cahaya yang kekal adanya, tak di makan arus, tak dimakan waktu, karna cahaya itu penguasa, karna cahaya itu penciptanya.

Dalam perjalanan, pengembara selalu menghabiskan waktu dengan menulis sebuah catatan dalam tas yang ia bawa. Catatan yang berisikan suasana hati dalam perkelanaannya mencari sang HAQ. Tiap goresan mempunyai arti yang sangat tidak rasional tapi itu kenyataan yang sebenarnya.

Siapakah aku??
Kenapa Engkau menciptakan aku??
Apa ini kuasamu?sebenarnya aku tak ingin tapi Engkau berkeinginan.
Aku ini mati tapi bisa berjalan, aku ini mati tapi bisa berpikir.
Aku ini mati tapi bisa bersujud, aku ini mati tapi bisa beribadah.
Aku ini tanah, aku ini air, aku ini api, dan aku ini udara.

Untuk apa Engkau menciptakanku?
Langit dan bumi dan semua isinya bertasbih atas kebesaranMu, keAgunganMu.

"Mata tak sanggup melihat, Hati hanya merasa."
Sebuah ilham melintas di ruang yang mustahil di lihat tapi itu merupakan rahasiaMu.
Tabir seperti tidak mengijinkan mata hati untuk merasakan, nafsu yang menggerogoti.
Suci tak tersentuh oleh nafsu, tapi nafsu selalu mengganggu segala penjuru rohani.

"Air laut diam tapi berbicara, udara hening selalu meliputi. Rumput - rumput bergoyang bermakna sedalam samudera."

-dua sayap-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun