Belum lama Jakarta dihebohkan oleh kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel, Ayung yg diduga dilakukan oleh sekelompok 'preman' dan disusul serangan oleh kelompok 'preman' yg berjumlah lebih besar (sekitar 50an orang) dengan sadis dan berani ke RSUD Gatot Subroto terhadap kelompok lain yg sedang berkabung kemudian perampokan minimarket di banyak daerah di Indonesia oleh 'lagi-lagi' kelompok kriminal yg berjumlah cukup banyak, kini kita dihebohkan lagi oleh berita tentang serangan geng motor yg tidak kalah sadis dan berjumlah jauh lebih besar lagi.Bahkan boleh dikatakan lebih sadis dan lebih berani daripada para 'preman' yang telah ada sebelumnya. Kalau para preman masih melakukan tindakannya hanya terhadap target tertentu dan tidak terlalu terbuka, geng motor ini tidak memandang siapa lagi targetnya yg penting dicurigai sebagai musuh walaupun didepan umum tetap dihabisi dan para 'preman' baru ini dalam melakukan aksinya lagi-lagi melibatkan jumlah pengikut yg cukup besar bahkan mencapai ratusan orang sehingga tidak ada warga atau bahkan aparat keamanan yang berani untuk ikut campur urusan mereka. Sepertinya ada tren atau budaya baru dinegara kita ini dalam memahami demokrasi. Iklim demokrasi sekarang bukan hanya sering dipergunakan oleh kalangan masyarakat dan mahasiswa untuk lebih 'berani' dan terbuka dalam menyampaikan aspirasi mereka, tetapi juga dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan berniat jahat untuk membentuk kelompok kriminal dan pengacau yang dengan bebas dan tenang meneror keamanan dan ketertiban negara ini tanpa rasa takut selama dilakukan dalam kelompok besar.Saya teringat pada tahun 90-an, ketika saya sendiri masih menjadi anggota sebuah 'geng', kami harus ngumpul di tempat parkir didalam pusat perbelanjaan atau tempat manapun yg bukan merupakan fasilitas umum dan jauh dari jalanan umum.Karena pada waktu itu dari berita berantai yg kami dengar bahwa aparat keamanan akan menindak kelompok masyarakat yang berkumpul ditempat umum apabila berjumlah lebih dari 5 orang karena dianggap dapat menimbulkan gangguan ketertiban umum.Memang disatu sisi ini terlihat seperti tindakan melanggar HAM dan tidak demokratis karena masyarakat tidak mempunyai kebebasan untuk bersosialisasi ditempat umum, tetapi disisi lain dengan adanya aturan tersebut akan lebih memudahkan aparat mengontrol dan menjaga keamanan wilayahnya dengan keterbatasan anggota yang mereka miliki.Dimasa sekarang ini dimana setiap tindakan kriminalitas selalu dilakukan dalam kelompok yg berjumlah besar, saya kira banyak anggota masyarakat yg akan setuju apabila peraturan tersebut diberlakukan kembali.Masyarakat tetap boleh berkumpul dan bersosialisasi asalkan tidak ditempat umum terbuka atau konvoi dijalanan. Bersosialisasi dan berorganisasi bisa dilakukan di tempat ibadah, tempat olahraga, sekolah, kantor atau dimanapun selama tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum.Pertanyaannya sekarang hanya apakah pemerintah dan aparat hukum sekarang punya 'nyali' seperti pemerintahan orde baru?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H