Mohon tunggu...
Dwi Suprayitno
Dwi Suprayitno Mohon Tunggu... Lainnya - Perencana transportasi

Transport planner, menyukai travelling dan fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jogo Tanggul, Sebuah Konsep Pengelolaan Lingkungan Berbasis Partisipatif

22 Oktober 2013   09:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:11 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Kecamatan Megaluh, salah satu Kecamatan yang dibelah DAS Brantas. DAS Brantas inilah yang akan menjadi topik bahasan saya dimana sungai Brantas ini kaya akan bahan galian golongan C yaitu pasir yang berasal dari muntahan isi perut Gunung Kelud. Pasir Sungai Brantas terkenal memiliki kualitas yang bagus, hingga dijuluki “emas hitam” dari Jombang.Keberadaan pasir ini sangat membantu masyarakat dalam menambah penghasilan mereka sehari-hari. Awalnya, mereka menambang dengan cara tradisonal, yaitu hanya dengan menggunakan cangkul dan tampah/pengki dan biasanya mereka mereka lakukan hanya pada waktu siang hari saja. Dengan berjalannya waktu, alat atau sarana penambangan yang mereka gunakan juga mengalami modernisasi. Terlebih sejak munculnya beberapa penambang besar yang mengadopsi mesin penyedot pasir bertenaga diesel dan dilakukan tidak hanya dilakukan pada waktu siang hari namun pada malam haripun penambangan pasir dilakukan. Tren modernisasi ini menular secara cepat dan masih ke kalangan penambang lain yang ada di sepanjang aliran sungai (DAS) Brantas.

Akibat dari penambangan pasir ini sungguh mengerikan, eksploitasi besar-besaran material pasir ini menyebabkan keseimbangan lingkungan di sepanjang aliran sungai terganggu. Penampang dasar sungai yang dulu, sekitar tahun 1991, hanya tercatat sedalam 3-4 meter, kini turun drastis hingga belasan meter. Tahun 2000 kedalaman sungai di sejumlah titik konsentrasi gerusan pasir telah mencapai 6-7 meter.

Berdasar estimasi yang dilakukan Perum Jasa Tirta, volume pasir yang dikeruk dengan cara manual dan mekanik pertahunnya bisa mencapai kisaran 2 juta meter kubik lebih. Angka ini jauh melebihi ambang batas toleransi pengambilan pasir di sepanjang aliran Sungai Brantas yang hanya 450 ribu meter kubik/tahun.

Namun, seiring kian bertambahnya aktivitas penambangan pasir ilegal di wilayah hilir yang tidak diimbangi ketersediaan pasokan pasir dari wilayah hulu, erosi pada bagian penampang dasar sungai kianparah.Hasil penelitian yang dilakukan Perum Jasa Tirta, akibat maraknya penambangan pasir di sepanjang aliran sungai, dasar Sungai Brantas turun sampai kisaran 8 meter pada tahun 2006 dan bertambah menjadi 12 meter pada tahun 2009. Akibat arus sungai yang deras menyebabkan proses penggerusan cenderung merata. Tidak hanya di wilayah yang menjadi titik konsentrasi penambangan tetapi sudah menyeluruh, bahkan hingga kawasan hulu..

Penurunan atau degradasi pada penampang dasar Sungai Brantas memang tidak bisa dilihat secara langsung. Tetapi dampak yang ditimbulkan akibat degradasi tersebut bisa diamati di hampir semua kawasan DAS. Konstruksi jembatan, plengseng, tanggul, bendungan dan fasum lainnya banyak yang menggantung, ambles, retak, karena erosi pada dasar sungai.

Beberapa penampang sungai bahkan telah bergeser akibat aliran sungai yang semakin deras serta "hilangnya" material pasir yang sebelumnya berfungsi sebagai penghambat gerakan air. Fenomena ini harus diwaspadai sebab apabila degradasi terus terjadi, kerusakan lingkungan maupun konstruksi bangunan di sepanjang aliran sungai utama serta DAS Brantas akan semakin parah. Dampaknya tentu akan lebih banyak mengancam pemukiman serta area persawahan. Sebab, jika sampai tanggul ataupun plengseng penahan air di kawasan DAS jebol, banjir bisa melanda area padat penduduk maupun lahan-lahan pertanian.Selain itu, kerusakan pada infrastruktur sungai juga bisa menyebabkan suplai air untuk persawahan terganggu.. Bisa dibayangkan bila ada jaringan irigasi yang rusak, produksi pertanian secara keseluruhan bisa terganggu. Keadaan ini membuat khawatir sebagian masyarakat yang berada di sekitar DAS Brantas.

Hal inilah yang memicu konflik sosial di masyarakat, dimana masyarakat disekitar tanggul mulai menyadari lingkungan tempat tinggalnya terancam oleh aktivitas penambangan pasir. Akibat belum adanya tindakan dari pemerintah untuk mencegah penambangan pasir masyarakat mulai mengambil tindakan sendiri untuk mengusir para penambang. Konflik hampirterjadi setiap hari, masyarakat mengusir penambang pasir di sungai dengan melempari menggunakan batu, ketapel, menembak dengan senapan angin dan alat-alat lainnya. Namun demikian penambang tidak pernah merasa jera, malah cenderung kucing-kucingan dengan warga, bahkan apabila dihalau siang hari mereka nekat menambang pada malam hari menunggu kelengahan warga.

Sebuah dilema bagi para masyarakat penambang pasir, di satu sisi mereka sadar ancaman tejadinya bencana alam akibat penambangan pasir, di sisi lain, mereka sangat membutuhkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka.

Kondisi ekologi yang makin memprihatinkan dan seringnya terjadi konflik antara penambang pasir dengan masyarakat, rawan menimbulkan konflik horizontal yang lebih besar perlu segera mendapatkan solusi yang tepat. Hal inilah yang membuat Pemda Kab.Jombang melakukan kerjasama dengan para stakeholder DAS Brantas untuk menanggulangi kerusakan di DAS Brantas. Melalui penandatangan MOU Nomor:180/415.40/2011, Nomor:HK.02.03-Aa.13.10.BBWS/01/2011, Nomor: PK/DJA.III/I/2011antara Pemkab. Jombang yang diwakili oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemerintahan Desa (BPMPD), Perum Jasa Tirta I (PJTI) dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) inilah, program jogo tanggul dimulai. Kerjasama ini dimaksudkan agar tercipta suatu penyehatan kembali ekosistem yang utuh (selalu terjaga & lestari) berbasis partisipasi, melalui :

1.Peningkatan kesadaran dan wawasan lingkungan termasuk kepada masyarakat pemilik modal pengelola alat mekanik;

2.Pengembangan dan peningkatan fungsi Sungai Brantas sebagai potensi ekonomi melalui pelatihan manajemen kelompok dan penyadaran pelestarianSungai Brantas;

3.Pengembangan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia & Alam dengan Tehnologi Tepat Guna terpadu Pertanian, Perternakan dan perikanan;

4.Penyadaran sosial Masyarakat bahwa air sungai Brantas adalah sumber pokok mata air minum;

Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi di tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan tingkat desa. Sosialisasi di tingkat desa dilakukan melalui Musyawarah desa yang dihadiri pemerintah Desa, LPMD, Tokoh Masyarakat, dan Masyarakat yang beraktifitas di Sungai Brantas, baik sebagai pendonak pasir maupun pemilik perahu. Pembahasan yang dilakukan dalam musyawarah di desaadalah :

1.Membahas kondisi Sungai Brantas akibat penambang pasir.

2.Melakukan pengkajian permasalahan kerusakan Sungai Brantas dan penanganannya.

3.Menggali kegiatan-kegiatan pengembangan ekonomi produktif yang dapat dilakukan oleh masyarakat, yang selama ini sebagai pendonak pasir atau masyarakat desa sepanjang Sungai Brantas.

4.Pembentukan kelompok-kelompok masyarakat (POKMAS) eks penambang pasir.

Dari hasil musyawarah desa itu, dibentuklah Jogo Tanggul. Setiap 1 kelompok Jogo Tanggul terdiri dari 1 orang koordinator & 7 orang anggota, mereka merupakan eks penambang pasir mekanik di wilayah Kabupaten Jombang. Dan setiap Kelompok Jogo tanggul ini memiliki pengawas teknis dari Perum Jasa Tirta I.

Petugas jogo tanggul ini diberikan pelatihan jogo tanggul dengan materi-materi yang menjelaskan mengenai tugas-tugas pokok yang harus mereka lakukan, diantaranya :

1.Melakukan pembabatan rumput dan semak-semak di tanggul dan bantaran.

2.Melakukan penebangan pohon dan atau tumbuhan liar di tanggul dan bantaran.

3.Melakukan perbaikan di tanggul dan bantaran jika mengalami kerusakan ringan.

4.Melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang melanggar ketentuan yang berlakuuntuk pemeliharaan tanggul dan bantaran sebagaimana tertuang dalam peraturan perusahaan ataupun ketentuan peraturan yang berlaku.

Beberapa Tugas Jogo Tanggul ini adalah :

1.Jika di lapangan menemukan permasalahan petugas jogo tanggul melakukan pendekatan sederhana, yaitu melalui kekeluargaan. Dan jika pendekatan ini tidak bisa menyelesaikan masalah maka petugas jogo tanggul harus berkoordinasi dengan pengawas teknis lapangan, dan selanjutnya jika masih belum berhasil pula maka secara bertingkat dikoordinasikan dengan Perum Jasa Tirta I ataupun Pihak PemDa melalui Desa, Kecamatan, maupun dinas terkait baik tingkat I / II.

2.Membuat laporan insidentil (segera) yang mencakup kejadian atau kegiatan yangmelanggar ketentuan yang berlaku untuk pemeliharaan tanggul dan bantaran, yang meliputi kegiatan antara lain :

1)Penanaman pohon, baik pada tanggul maupun bantaran dan penampang sungai diatasnya.

2)Pemotongan tanggul dan penggunaan bantaran tanpa ijin.

3)Pembuatan jalan setapak dan/atau membuka opritan pada tanggul tanpa ijin.

4)Pendirian bangunan semi permanen maupun permanen, baik pada tanggul maupundi bantaran dan penampang sungai di atasnya.

5)Penambangan Bahan Galian Golongan C (BGGC) secara liar yang dilakukan baik pada tanggul maupun di bantaran dan penampang sungai di atasnya.

3.Membuat laporan harian dan mingguan yang disampaikan tiap akhir bulan sesuai dengan format yang telah ditentukan melalui Pengawas yang telah ditunjuk.

Peralatan yang diperlukan untuk pengamanan di DAS Brantas ini seperti sabit, ganco, dan kapak berasal dari petugas jogo tanggul sendiri. Inilah salah satu bentuk partisipatif dari program jogo tanggul. Pengelola Jogo tanggul hanya membekali mereka dengan identitas, seragam, peralatan keselamatan diri (helmet), dan status peminjaman peralatan berat seperti chain saw dan alat pemotong rumput mekanik.

Pelaksanaan jogo tanggul ini harus secara rutin dilakukan secara partisipatif agar pencapaian pemeliharaan ekosistem di DAS Brantas tetap terjaga.Setelah program Jogo Tanggul terbentuk bukan berarti konflik selesai, ada konflik lain yaitu antara petugas jogo tanggul dengan pemilik tanaman keras di sepanjang DAS Sungai Brantas. DAS seharusnya merupakan daerah sterilisasi dari tanaman, baik tanaman keras ataupun tanaman lainnya. Karena tanaman ini akan menyerap air yang ada di DAS, dan akar tanaman tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada tanggul. Seharusnya jarak dari kaki tanggul ke luar sepanjang 12 m adalah bebas / steril dariberbagai jenis tanaman. Namun masih dijumpai oleh petugas jogo tanggul, masyarakat masih menanam pohon di areal batas tersebut. Di sepanjang DAS Brantas, tanaman keras berupa pohon jati, tanaman buah seperti pohon pisang dan pepaya, rumput gajah, dan tanaman liar lainnya masih ditemukan. Belum lagi adanya daerah sempadan yang digunakan oleh warga untuk bercocok tanam dan untuk tambak ikan.

Penertiban kawasan DAS steril dari tanaman merupakan tugas Jogo Tanggul. Ketika hal ini dilakukan, yang terjadi justru konflik antara masyarakat pemilik tanaman keras dengan petugas Jogo Tanggul. Mereka tidak mau tanaman yang sudah mereka tanam sejak lama, dengan benih yang diambil dari luar Jombang, dengan harga benih yang tidak murah, dan dalam masa mendekati panen harus di tebang. Pendekatan persuasif yang dilakukan oleh Jogo Tanggul merupakan salah satu kunci penyelesaian konflik.. Mereka diberikan penjelasan dan pemahaman dampak dari tanaman di DAS Brantas baru kemudian mereka di berikan peringatan untuk menebang tanaman mereka. Tidak mudah memang dalam pelaksanaannya, ada masyarakat yang mengerti dan dengan sukarela mereka menebang sendiri tanaman mereka.. Tapi ada juga yang tidak mengerti dan emosi hingga terjadi perselisihan, inilah yang menjadi tantangan petugas jogo tanggul, yang menarik disini adalah pendekatan kepada masyarakat pemilik tanaman dilakukan secara personal, dalam menyelesaikan permasalahan dengan para pemilik tanaman para petugas jogo tanggul berusaha memahami psikologis pemilik tanaman. Pendekatan lain yang dilakukan Jogo Tanggul tidak terfokus pada pemilik tanaman, tapi mereka juga melakukan pendekatan kepada anak-anak dari pemilik tanaman. Hal ini beralasan, tingkat pendidikan orang tua mereka dengan anak-anaknya berbeda, sehingga kadang lebih mudah memberikan pengertian melalui anak-anaknya. Petugas JogoTanggul juga tidak terlalu kaku dalam menjalankan tugasnya, kadang petugas jogo Tonggul mempersilakan tanaman tetap tumbuh sampai masa panen tiba, baru kemudian ditebang.Ada lesson learn yang dapat kita ambil disini, bahwa penyelesaian konflik tidaklah harus selalu dengan “tangan besi” memanfaatkan pisau kekuasaan, tapi dapat dilaksanakan dengan metode partisipatif dan mengedepankan kearifan lokal. Kemampuan pemerintah daerah untuk mendengar dan merespon konflik dimasyarakat secara cepat dan tepat dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek pembangunan merupakan kunci dari penyelesaian konflik dan menghindari konflik horisontal yang lebih besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun