Seperti biasa, saya jalan kaki dari rumah ke tempat pangkalan angkot, untuk menuju tempat usaha saya. Letaknya tidak terlalu jauh, kurang dari 5 KM.
Di tengah perjalanan saya selalu mengamati sekeliling, ada banyak hal yang saya temui, hal-hal yang membuat saya lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Pagi ini saya berpapasan dengan dua orang pemulung, umurnya sudah cukup pantas memiliki cucu.
Saya tidak berani menatap dalam-dalam terhadap mereka, karena saya akan meneteskan air mata.
Hal yang luar biasa dari mereka adalah betapa tenang, pasrah & tanpa malu melakukannya, atau mungkin mereka sebenarnya malu berprofesi sebagai pemulung, namun keadaan yang memaksa mereka seperti sekarang ini.
Coba kita telusuri dalam-dalam kehidupan mereka. Mereka mempunyai istri dan anak, kemungkinan besar anaknya lebih dari satu. Berapa besar resiko dapur dan biaya sekolah anak-anaknya?. Untuk mereka cukup besar, belum lagi biaya sekolah yang katanya gratis, namun pada kenyataannya harus membayar ini dan itu. Wow betapa besar beban mereka.
Saya tidak yakin mereka berpenghasilan seratus ribu perharinya. Beberapa waktu yang lalu saya sempat berbincang-bincang dengan tukang ojek, penghasilan mereka kurang lebih hanya lima puluh ribu perhari, dari pagi sampai sore. Namun demikian mereka tidak lantas membebani saudara atau tetangganya.
Orang-orang seperti itu tentu banyak disekitar kita, atau mungkin diantara pembaca memiliki saudara yang berprofesi sama dengan orang-orang yang saya ceritakan di atas.
Bandingkan dengan kehidupan kita sekarang! Sepertinya kita tidak pantas berkeluh kesah menghadapi dunia yang sering dianggap berat oleh orang kebanyakan.
Ah, mereka telah menginspirasi saya, betapa nikmatnya kehidupan saya, sampai saat ini masih diberi kesehatan lengkap dengan akal pikiran yang masih berfungsi dengan baik.
Sumber: Belajar pada pemulung