Mohon tunggu...
DS Priyadi
DS Priyadi Mohon Tunggu... -

---

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adam & Hawa Bukan Manusia Pertama?

21 Januari 2011   20:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:18 4496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12956436781426737943

[caption id="attachment_85051" align="alignnone" width="573" caption="Buku Adam & Hawa Bukan Manusia Pertama, karya Helmi Junaidi; dok. pribadi"][/caption]

Tulisan ini merupakan catatan ringan dari buku Adam dan Hawa Bukan Manusia Pertama karya Helmi Junaidi, penerbit Jejak Kata Kita Yogyakarta

Sebagaimana  kita insyafi bersama, selama ini lebih banyak yang mengetahui bahwa Adam dan Hawa adalah leluhur manusia yang pertama dan tidak ada manusia sebelum mereka. Ada tiga agama besar di dunia yang menganut keyakinan semacam ini, yaitu Islam, Kristen dan Yudaisme. Selain ketiganya tidak ada lagi yang menganutnya. Seperti misalnya agama Hindu dan Budha, masing-masing punya keyakinan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, pembahasan tentang masalah Adam dan Hawa itu memang mau tidak mau akan bersinggungan dengan ketiga agama besar tersebut.

Sesuai dengan judulnya, ternyata memang demikian pula isi bukunya. Berbeda dengan buku-buku lainnya yang beredar selama ini, yang pada umumnya menentang teori evolusi, maka penulis buku ini dengan tanpa ragu-ragu mendukung sepenuhnya teori tersebut. Suatu hal yang tentunya membuat kita menjadi penasaran. Pada bab pertama buku ini kita akan disuguhi tentang kontroversi seputar teori evolusi yang terjadi di Eropa dan Amerika. Semenjak awal kemunculannya pada abad ke-19 hingga saat ini, yakni terentang lebih dari satu setengah abad, ternyata masalah ini tetap diperdebatkan dan dipertentangkan dengan sengitnya, bahkan di Eropa dan Amerika yang masyarakatnya secara umum relatif terpelajar dan rasional. Ternyata tidak semua orang di sana sudah bisa menerima teori evolusi.

Walau pembahasannya relatif ringkas, akan tetapi bab pertama ini akan lumayan bisa membawa kita kepada suasana hangat yang ada seputar kontroversi tersebut. Secara umum, teori evolusi di Eropa dan Amerika didukung oleh kalangan liberal sedangkan para penentangnya adalah dari kalangan konservatif. Boleh dikatakan, teori ini senantiasa terbawa–bawa dalam apa yang biasanya disebut sebagai “culture war” antara kaum liberal dan konservatif. Yang masih relatif baru-baru saja terjadi adalah “perang” antara pendukung aktor Matt Damon yang liberal dengan pendukung cawapres Sarah Palin yang berbasis kaum konservatif, di mana teori evolusi turut diperdebatkan dengan sengit pula oleh kedua kubu. Sayang hal ini tidak turut disertakan dalam buku ini. Mungkin kita bisa googling sendiri mencarinya.

Pada dua bab selanjutnya penulis buku ini agaknya berusaha menjembatani antara teori evolusi dan agama yang dianutnya. Tentunya dengan mengutip beberapa ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dan pendapat-pendapat ulama yang relatif sejalan. Di sini terutama membahas tentang surga Nabi Adam dan kejatuhannya dari sana. Ternyata kita bisa menemui bahwa tidak semua ulama dan kitab-kitab tafsir secara aklamasi menyatakan bahwasurga Nabi Adam berada di bumi. Penulis buku ini lebih mendukung penafsiran bahwa surga Nabi Adam berada di bumi dan bukan di langit. Satu hal lagi yang cukup mengejutkan adalah kutipan dari kitab Al-Maraghi yang terdapat pada akhir bab kedua yang menyatakan bahwa ternyata pembaharu Islam dari Mesir, Muhammad Abduh, juga tidak menyetujui bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama. Abduh cenderung berpendapat bahwa Nabi Adam itu hanyalah bapak bagi sebagian umat manusia saja, yakni mereka yang hidup di Timur Tengah. Satu hal yang selama ini masih jarang kita ketahui. Selain itu, di buku ini juga menyebutkan bahwa perempuan sebenarnya bukanlah tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Suatu hal yang mungkin kaum perempuan akan bisa gembira mendengarnya.

Selain meninjaunya dari sudut pandang agama, buku ini juga menyinggung sekilas teori Alexander Oparin dan Harold Urey tentang asal-usul kehidupan menurut ilmu biologi modern. Keduanya masing-masing adalah ahli biokimia Rusia dan ahli kimia Amerika yang menyatakan bahwa segala kehidupan di muka bumi ini berasal dari zat-zart inorganik. Melalui serangkaian eksperimen di laboratorium, murid dari Urey, yakni Stanley Miller, ternyata berhasil membuktikan bahwa zat-zat inorganik memang bisa diubah menjadi za-zat organik. Suatu hasil eksperimen yang cukup mencengangkan memang. Zat-zat organik yang terbentuk milyaran tahun yang lalu itulah yang oleh para ilmuwan diyakini ber-evolusi menjadi beragam makhluk hidup di muka bumi ini, termasuk manusia.

Ada terutama dua hal penting yang disebutkan di dalam buku ini. Yang pertama pada akhir bab kelima, yaitu tentang adanya keragaman ras manusia. Bila bentuk manusia itu tidak bisa berubah sama sekali, maka tentunya hanya ada satu ras manusia. Bila misalnya saja bapak pertama manusiaitu berkulit hitam dan bermata hitam, maka tentunya semua anak cucunya akan berwajah serupa. Tetapi, kita tahu bahwa kenyataannya tidak demikian. Ada beragam ras dan rupa manusia di muka bumi ini, mulai dari kulit putih, coklat, kuning maupun gradasi dari warna-warna tersebut. Yang kedua disebutkan pada bab keenam tentang adanya perbedaan susunan genetik pada tiap-tiap individu, yang disebut dengan genetic fingerprint atau sidik jari genetik, yang bahkan terjadi antara bapak dengan anaknya. Perubahan susunan genetik daribapak ke anaknya itu berlangsung selama jutaan generasi sehingga bisa menghasilkan susunan genetik yang sangat bervariasi, yang mana sejalan dengan berlangsungnya seleksi alam pada akhirnya bisa menghasilkan beragam jenis spesies yang berbeda pula.

Seperti biasanya, mau tidak mau, setiap membahas teori evolusi akan turut pula menyertakan pembahasan tentang mereka yang diyakini sebagai para leluhur manusia seperti Australopithecus, Homo erectus, Neandertal dan sebagainya. Salah satu yang cukup kita kenal di sini adalah Pithecanthropus karena ditemukan di Jawa Tengah, Indonesia. Perjalanan evolusi manusia yang dimulai dari benua Afrika bisa kita dapati pada bab kelima. Juga penjelasan tentang perubahan-perubahan berangsur yang terjadi pada mereka. Satu hal yang sebenarnya perlu dibahas lebih lengkap adalah tentang keluarga Leaky, yang berjasa sangat besar di dalam penggalian fosil-fosil hominid di Afrika. Pada buku ini hanya disebut-sebut selintas saja.

Terlepas dari beberapa kekurangan dan ketidaklengkapan yang ada, karena sebagian topik yang penting kadang hanya disinggung selintas saja, buku ini rasanya baik juga  kita baca untuk memperkaya perspektif  kita dalam menilik Adam & Hawa berikut  serentetan ambiguitas yang menyertainya. Tentu, tawar-menawar hal-ihwal yang terkait dengan itu menjadi syah dan terbuka, mengingat bahasan ini pada titik maksimalnya hanya  bersifat rekonstruktif  dan analitis.

.

Selebihnya, kritik saya pada penulis yang menurut saya kurang jeli dalam menentukan judul. Adam dan Hawa Bukan Manusia Pertama adalah judul yang kurang akurat. Karena jelas bagi kita semua bahwa Hawa tidaklah mungkin seorang manusia pertama. Jika Adam manusia pertama pun pastilah Hawa berada dalam posisi manusia yang kedua. Kritik saya yang lain adalah pada sikap penulis yang terkesan amat bersemangat dalam mendukung teori evolusi sebagai sebuah kebenaran yang seolah-olah paten. Sekiranya, akan lebih luwes apabila penulis juga memberikan kadar skeptis pada teori tersebut, sehingga pembaca juga memiliki kelonggaran dalam menggunakan pisau tafsirnya terhadap epistemologi kejadian manusia.@

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun