Awal Agustus 2017, OCA (Olympic Council of Asia), mengunjungi Indonesia dalam rangka meninjau perkembangan persiapan Asian Games 2018. Terjadi diskusi menarik, saat INASGOC (Indonesia Asian Games Organizing Committee) mempertanyakan pentingnya "pengawasan doping". Ketua Medis dan Pengawasan Doping OCA, Dr. Jegathesan, dengan lugas menyampaikan, "NO DOPING TEST NO GAME".
Issue doping memang menjadi pembicaraan yang hangat beberapa tahun ini, terlebih setelah olimpiade Rio 2016, saat atlet Rusia (atletik) dilarang bertanding. Larangan bertanding ditetapkan setelah ditemukan upaya manipulasi pengawasan doping oleh pemerintah Rusia (secara terstruktur dan masif). Beberapa pihak mensinyalir atlet yang terlibat doping mencapai 90%, dengan sengaja atau tidak sengaja. Skandal yang terjadi di Rusia ikut menggoyang kebijakan pengawasan doping WADA (WADA=World Anti Doping Agency), yang segera melakukan banyak kajian dan tindakan untuk memperbaiki sistem mereka.
Oleh karena itu pengawasan doping Asian Games 2018 harus lebih baik dibandingkan Asian Games Incheon 2014.
Namun semangat pembaharuan LADI tidak akan berdampak signifikan tanpa perubahan total mendasar terkait bentuk, struktur organisasi, SDM, penganggaran dan fungsi strategis dalam sistem keolahragaan nasional.
Untuk melaksanakan program pembinaan atlet unggulan dengan berdasarkan ilmu pengetahuan (sports science based), peran LADI tidak dapat diabaikan. Jika penerapan sports science berjalan baik, maka organisasi pengawas doping juga akan berkembang baik. Organisasi pengawas doping layaknya sparring bagi pengembangan sports science.
Semoga dengan keadaan saat ini, LADI dapat bekerja optimal dan tidak ada lagi atlet Indonesia yang positif doping karena ketidaktahuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H