Mohon tunggu...
Parman
Parman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kereta Api Cepat Sampai di Mana, Benarkah "Dibonceng" Taipan?

8 Juli 2017   05:59 Diperbarui: 11 Agustus 2017   06:44 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu setengah tahun lalu, tepatnya pada tanggal 21 Januari 2016, Presiden Jokowi telah meresmikan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Kebun Teh Mandalawangi, Bandung Barat, milik PT Perkebunan Nusantara. Proyek tersebut menelan anggaran sebesar USD5,5 miliar atau senilai Rp75 triliun (kurs Rp13.680/USD).

Hingga saat ini, belum terdengar kabar sudah seberapa jauh pembangunan terlaksana. Jika disesuaikan dengan target awal yaitu 36 bulan kalender kerja, maka seharusnya hingga ini pembangunan fisik sudah terlaksana. Karena targetnya pada tahun 2019 sudah dapat beroperasi.

Ada beberapa kendala yang terjadi, mulai dari utang yang telat cair dan aturan tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan Mei lalu mengungkapkan dana pinjaman sebesar Rp 13,3 triliun dari China Development Bank (CDB) bisa segera cair dan pembangunan bisa segera dilakukan.

Proyek ini dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang 60 persen sahamnya dimiliki oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40 persen sisanya dikuasai China Railway International (CRI). PSBI merupakan konsorsium 4 BUMN, yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Adapun WIKA sendiri berperan sebagai kontraktor proyek tersebut.

Pembangunan kereta api cepat ini sempat menuai kontroversi karena Pembangunan kereta cepat di Indonesia dengan jarak 150 kilometer menelan dana hingga 5,5 miliar dollar AS. Sementara pembangunan kereta cepat di Iran dengan jarak 400 kilometer hanya membutuhkan dana 2,73 miliar dollar. Padahal, kedua proyek kereta cepat itu sama-sama bekerjasama dengan China Railway International.

Molornya jadwal pengerjaan kereta api ini membuktikan dalam membangun proyek terutama infrastruktur tidak semudah dan secepat yang dibayangkan. Bakal ditemui kendala ditengah jalan, salah satunya pembebasan lahan, aturan dan dana yang cukup.

Kondisi ini juga menjadi pelajaran untuk Jokowi, agar dimasa yang akan datang untuk lebih teliti dan tidak terburu-buru meresmikan sesuatu yang masih belum jelas. Jika belum ada dana yang cukup, sebaiknya lebih bersabar. Apalagi dana yang diharapkan merupakan utang dari negara lain.

Kan menjadi lucu, peresmian telah dilakukan satu setengah tahun tapi pembangunan tak kunjung dimulai. Harusnya saat itu cukup mewakilkan kepada Menteri Perhubungan saja. Eh, saat itu kan Jonan sebagai menteri tidak hadir dalam peresmian. Jokowi seperti biasa saja, melakukan gunting pita tanda proyek telah selesai dilaksanakan, walaupun prosesnya telah dimulai saat pemerintahan sebelumnya.

Contohnya seperti peresmian tol Cikopo-Palimanan (Cipali), Sabtu (13/6/2017). Jokowi meresmikan jalan tol yang telah dimulai prosesnya sejak pemerintahan SBY. Tol ini merupakan tol terpanjang di luar tol Jakarta-Merak.

Jokowi sempat menyatakan kekesalannya terhadap molornya proyek kereta api cepat tersebut. Dia mengatakan membangun kereta api cepat jarak hanya 148 km saja sampai sekarang belum mulai, ributnya sudah 2 tahun. Debat, ramai, baik atau enggak baik.

Benarkah Proyek Ini "Dibonceng" Taipan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun