Mohon tunggu...
Valentinus Galih Vidia Putra
Valentinus Galih Vidia Putra Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Politeknik STTT Bandung, Kemenperin R.I.

assoc. prof. Dr. Valentinus Galih Vidia Putra, S.Si., M.Sc. is a Senior lecturer of physics at Politeknik STTT Bandung, the Ministry of Industry of the Republic of Indonesia. He received his Bachelor's degree from Universitas Gadjah Mada in 2010. In 2012 he received a Master of Science (supervisor: Prof. Dr. Eng. Yusril Yusuf, M.Sc., M.Eng), and in 2017, a Doctor of Physics (supervisor: Dr.rer.nat. Muhammad Farchani Rosyid, M.Si, and Dr. Guntur Maruto, M.Si) from Universitas Gadjah Mada with cum-laude predicate. Between 2017 and 2022, he spent his research time mostly at the Department of Textile Engineering, Politeknik STTT Bandung; Department of Pharmacy, Universitas Islam Bandung; Department of Physics, Universitas Gadjah Mada; Department of Physics, Universitas Nusa Cendana; and Universitas Trisakti. His current research interests are Artificial Intelligence, Plasma physics, Electronic textiles, Nanofiber, General theory of relativity, and applied physics. Office: Physics Lab., Gd. Manunggal, Politeknik STTT Bandung, Jalan Jakarta No.31, Kebonwaru, Kec. Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat 40272. Scopus Author ID: 57184259400 ResearcherID: N-9523-2015

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidik Harus Jujur atau Sanksi Pidana Mengintai

15 Desember 2024   06:10 Diperbarui: 15 Desember 2024   07:17 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suramnya pendidikan (Sumber Gambar Dokumen Pribadi )

Kejujuran adalah landasan fundamental dalam dunia pendidikan. Seorang pendidik tidak hanya berperan sebagai penyampai ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai panutan moral bagi peserta didik. Tugas mulia ini mengharuskan pendidik untuk menunjukkan integritas dalam setiap tindakan, baik di dalam maupun di luar kelas. Sayangnya, berbagai kasus pelanggaran yang terungkap dalam beberapa waktu terakhir telah mencoreng wajah pendidikan di Indonesia. Fenomena seperti pemalsuan ijazah, manipulasi nilai, hingga rekayasa dokumen untuk kenaikan jabatan fungsional guru besar menjadi cerminan nyata dari krisis moral yang terjadi di berbagai jenjang pendidikan. Penyimpangan ini tidak hanya menghancurkan reputasi individu yang terlibat, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. Lebih mengkhawatirkan lagi, kasus-kasus ini kemungkinan hanyalah "puncak gunung es," menunjukkan bahwa mungkin ada lebih banyak pelanggaran serupa yang belum terungkap, baik di tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan dan tindakan tegas untuk memastikan bahwa integritas pendidikan dapat dipertahankan. Artikel ini akan membahas fenomena ketidakjujuran di kalangan pendidik, dengan menyoroti kasus-kasus terkini dan konsekuensi hukum yang dapat menjerat para pelakunya. 

KASUS PEMALSUAN IJAZAH, MANIPULASI NILAI, DAN REKAYASA SYARAT GURU BESAR

Dalam berita pada https://banjarmasin.tribunnews.com/2016/06/20/bukti-pemalsuan-ijazah-dosen-fh-terbukti-ini-kata-rektor-ulm dengan judul Bukti Pemalsuan Ijazah Dosen FH Terbukti, Ini Kata Rektor ULM.  Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Sutarto Hadi, memberikan tanggapan terkait dugaan pemalsuan ijazah S2 oleh seorang dosen Fakultas Hukum, MRK. Data-data yang disampaikan oleh delegasi Fakultas Hukum ULM dianggap cukup untuk menyatakan bahwa ijazah tersebut tidak sah. Kasus ini menimbulkan dampak serius pada kredibilitas institusi, seperti dilaporkan oleh tribunnews.

Dalam  berita pada https://www.bbc.com/indonesia/articles/crgr7perzywo dengan judul Diguncang skandal guru besar, Universitas Lambung Mangkurat dijatuhi sanksi penurunan akreditasi. Kasus lain yang mengguncang dunia pendidikan adalah dugaan rekayasa syarat-syarat permohonan guru besar yang melibatkan 11 dosen Fakultas Hukum ULM. Buntut dari skandal ini meluas ke puluhan dosen di berbagai fakultas. Penurunan akreditasi ULM menjadi peringatan keras bahwa pelanggaran sistemik seperti ini tidak bisa ditoleransi.

Skandal serupa terjadi di Depok, di mana sembilan guru PNS dan tiga guru honorer terlibat dalam manipulasi nilai rapor untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB). Akibatnya, penerimaan 51 calon siswa dianulir, dan para pelaku dikenai sanksi tegas yangmana kepsek SMPN 19 Depok dan 9 guru PNS dikenai sanksi serta 3 guru honorer dipecat. Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Siti Chaerijah Aurijah, menekankan pentingnya menjaga integritas dalam sistem pendidikan. (Pada  berita https://ruzka.republika.co.id/news/1674943623/kasus-katrol-nilai-ppdb-kepsek-smpn-19-depok-dan-9-guru-pns-kena-sanksi-serta-3-guru-honorer-dipecat dengan judul kasus Katrol Nilai PPDB, Kepsek SMPN 19 Depok dan 9 Guru PNS Kena Sanksi serta 3 Guru Honorer Dipecat)

LANDASAN HUKUM

Tindakan pemalsuan dan manipulasi seperti ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga melanggar hukum. Sejumlah undang-undang telah mengatur sanksi tegas terhadap pelaku, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

    Pasal 2

    (1)Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun