Saya mau bercerita tentang seorang Ibu beranak tujuh, kiira-kira umurnya 35 tahun. Dia seorang hafidzoh (penghafal Al-Qur'an). Sehari-hari dia berjualan roti bakar di depan rumahnya yang sederhana untuk menopang ekonomi keluarga . Di sore hari, ia mengabdikan dirinya mengajar ngaji anak-anak sekitar rumahnya. Suaminya sendiri pekerja serabutan
Apa yang menjadikan dirinya istimewa, bukanlah soal kesederhanaannya. Tetapi semangatnya untuk belajar yang luar biasa. Dia bertekad menjadi perempuan yang maju, untuk itu dia memutuskan kuliah di jurusan ilmu Al'Qur'an dan Tafsir di ISIF Cirebon.
Padahal untuk ke kampus, dia harus menempuh perjalanan sekitar 13 kilometer dari desanya di Plumbon ke kampus ISIF di Majasem, naik angkot 2 kali, disambung jalan kaki. Kadang-kadang dia beruntung mendapat boncengan ke jalan raya dari rumahnya. Kadang ia membawa anaknya yang paling kecil ke kampus.
Dia tidak putus asa menjalani hidupnya, berbagai kerumitan, kelelahan perjalanan, mengurus anak-anaknya. Belum lagi ia masih harus turut menopang ekonomi keluarga. Belum lagi ia harus menghadapi cemoohan tetangga sekitar yang tidak menyakini dia akan berhasil. Kata mereka, kuliah itu tidak bermanfaat bagi orang kecil di kampung, apalagi dia perempuan.
Kali ini dia ke kampus dengan membawa anaknya, menyerahkan laporan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukannya. Kegiatan selama dua bulan penuh yang dijalaninya tanpa lelah, bersepeda ontel ke lokasi pengabdian hampir setiap hari. Kegiatannya ingin diteruskannya sekaligus menjadi penelitian bagi skirpsinya.
Semoga ada Alma-alma yang lain, perempuan-perempuan gigih yang tidak kenal putus asa untuk kemajuan hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H