Bibit fasis itu masih ada
Sebab perdamaian tanpa keadilan merupakan suatu ilusi
(gus dur)
Hari ini tepat H-2 menuju hari HAM internasional, peristiwa pelanggaran HAM kembali terjadi di tanah papua, 4 warga sipil tewas tertembak senapan aparat. Menurut pemberitaan beritasatu.com peristiwa tragis ini terjadi dikarenakan adu mulut antar aparat dan warga sipil, hingga kemudian senapanlah yang berbicara. Warga sipil yang tak bersenjata itu tak berdaya menghadapi rongrongan senapan aparat.Sangat disayangkan peristiwa yang seharusnya bisa diselesaikan dengan musyawarah harus diakhiri dengan penyelesaian khas orba dan fasis itu.
Taktala melihat kondisi papua yang sedang “panas” karena ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah (papua), kemudian status sosial mereka yang masih dianggap “primitif”oleh negara, serta munculnya gerakan yang dianggap separatis oleh negara karena meminta referendum. Dengan kondisi yang tertindas itu pantaslah mayoritas rakyat papua sensitif dengan negara. Apalagi ditambah dengan pendekatan represif yang selalu dipakai negara sebagai instrument untuk istilahnya meredakan konflik di papua. Sejenak mari kita tengok isi hukum 3 newton disana disebutkan ada aksi ada reaksi. Sepertinya rakyat papua yang merasa tertindas mulai bereaksi untuk menghidupkan api revolusi akibat aksi penindasan yang dilakukan negara. Saya jadi ingat dengan perkataan teman saya dari UNCEN. Dia bilang kami sudah muak dengan pusat, bahkan ketika dia datang kesini (papua) untuk memberi bantuan, kami merasa tak terbantu, karena kami merasa tanah kamilah yang menghidupi pusat, kalau boleh saya minta sesuat pada pusat saya minta papua direferendum. Dari pernyataannya mereka seolah mulai bertindak anarki, mereka sudah krisis kepercayaan kepada negara. Taktala eksistensi negara tidak terasa dan bahkan kehadiran dirasa menindas bagi papua. Papua dengan segala ketertindasannya menurut saya pantas meminta referendum kepada negara. Seharusnya negara bisa introspeksi, apa kehadirannya selama ini sudah terasa bermanfaat di papua, atau malah sebaliknya kehadiran negara di papua memberikan sesuatu yang tidak mengenakkan.
Kapan selesai pertumpahan darah itu?
Perasaan tertindas yang dialami papua membuat rakyat papua mulai bergerak.kemunculan gerakan separatis di papua menjadi bukti. Separatisme rakyat papua pastinya tidak langsung muncul begitu saja. Gerakan separatis ini merupakan wujud gerakan yang revolusioner dari rakyat papua yang menuntut kemerdekaan untuk menentukan nasibnya sendiri. Selaras dengan perkataan che Guevara “revolusi bukanlah apel yang jatuh ketika masak, tak perlu menunggu masak, revolusi akan terjadi jika kaum yang tertindas mulai terusik”. Jacques Betrand (Nasionalisme dan konflik etnis di Indonesia; 242) memaparkan bahwa Gerakan separatis dimotori oleh OPM ini muncul karena ketimpangan pembangunan antara pusat dan pupua.Padahal papua merupakan negeri yang kaya, alih-alih kekayaan itu dapat dinikmati oleh rakyat papua akan tetapi kekayaan alam itu lebih banyak dinikmati oleh pusat dan asing, serta operasi militer negara yang tak kunjung berhenti, tak sampai disitu negara dinilai menutup-nutupi sejarah nasionalisme papua sendiri.
Api revolusi yang mulai di nyalakan oleh rakyat papua seharusnya tidak disiram dengan tindakan tindakan represif yang non humanis itu.Negara selalu berdalih tindakan represif selama ini dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan NKRI dan menumpas separatis. Apakah mempertahankan kedaulatan NKRI harus diselesaikan dengan pertumpahan darah anak bangsa? Logika seperti ini menurut saya sudah harus dibuang jauh-jauh. Saatnya penyelesaian konflik papua dengan moncong senapan khas fasis sudah harus dihentikan. Api jangan dilawan dengan Api. Negara harus memutar otak mencari jalan lain guna memperoleh formula yang pas yang lebih humanis tentunya ketimbang sebelumnya. Jika negara masih tetap menggunakan senjata sebagai alat penyelesaian konflik, bukan tidak mungkin kemerdekaan papua sebentar lagi akan terwujud. Namun taktala negara masih mengiginkan kedamaian yang utuh di Ibu pertiwi sudah barang tentu harus meninggalkan cara-cara fasis dalam mengatasi konflik di papua, cobalah negara menciptakan keadilan sosial yang menyeluruh agar konflik semacam ini tidak terjadi di daerah lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H