Mohon tunggu...
Rahmi Sumardi
Rahmi Sumardi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Pernah bermimpi menjadi peneliti. Saat ini sedang menikmati lakon sebagai ibu rumah tangga sambil belajar mengolah kata.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Buku sJsJ: Mencari Kuburan si Jamin

25 April 2011   16:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai setua ini tidak banyak buku yang saya baca. Di antara sedikit buku yang pernah saya tamatkan isinya lalu membekas hingga sekarang adalah buku si Jamin dan si Johan (sJsJ). Buku itu dibaca ketika saya duduk di kelas tiga sekolah dasar. Saya tidak membeli buku karya Merari Siregar tersebut melainkan meminjamnya dari Perpustakaan Balai Pustaka.

Buku sJsJ bertutur tentang sebuah keluarga dengan dua anak lelaki, Jamin dan Johan. Sang Ayah yang bekerja sebagai serdadu berperangai tidak baik. Ia sering bermabuk-mabukan hingga menelantarkan anak istrinya. Tak dinyana, sang Ibu terserang penyakit yang menyebabkannya meninggal dunia. Tinggallah kakak beradik itu merana ditinggal ibu tercinta.

Selang beberapa waktu, sang Ayah menikah lagi. Sayangnya, perempuan yang menjadi ibu tiri si Jamin dan si Johan adalah perempuan yang juga berwatak tidak baik. Jamin diharuskan mengemis demi mendapatkan uang setengah rupiah. Sementara Johan, walau tidak diwajibkan meminta-minta seperti kakaknya, sering dipukuli si Ibu Tiri. Bagaimana halnya dengan sang Ayah? Ayah Jamin dan Johan semakin asyik-masyuk dengan minuman keras. Ia jarang pulang sehingga tidak tahu perilaku buruk istri keduanya.

Suatu pagi Jamin dibangunkan oleh seseorang. Rupanya dia tertidur di depan sebuah toko. Karena tak kunjung mendapatkan setengah rupiah, Jamin tidak boleh pulang ke rumah. Ini perintah ibu tirinya. Si Pemilik Toko merasa iba begitu mendengar kisah si Jamin. Diberinya Jamin makan, pakaian yang layak, dan sejumlah uang.

Ternyata di kantong celana pemberian Pemilik Toko itu ada sebentuk cincin emas. Jamin berniat mengembalikan cincin yang bukan miliknya. Celakanya, sang Ibu Tiri telanjur mengetahui keberadaan cincin tersebut. Alih-alih dikembalikan, cincin itu disimpan si Ibu Tiri.

Hari itu Jamin kembali harus mengemis. Namun ia terkejut ketika didatangi adiknya saat meminta-minta. Johan datang dengan cincin di tangan. Ia tahu di mana cincin itu disembunyikan. Segera kakak beradik ini menuju toko si empunya cincin.

Tak diduga, Jamin tertabrak trem. Ia luka parah. Johan hanya bisa menangis melihat kakaknya dibawa ke rumah sakit. Tetapi niatnya untuk mengembalikan cincin tidak sirna. Diambilnya cincin yang tergeletak di jalan. Johan berhasil bertemu dengan Pemilik Toko. Dia ceritakan nasib naas yang baru saja menimpa kakaknya. Segera Pemilik Toko pergi ke rumah sakit bersama Johan. Sayang seribu sayang, Jamin akhirnya meninggal dunia tanpa sang Ayah di sampingnya.

Saya tidak menangis selesai membaca buku itu. Di kepala saya malah tersisa rasa penasaran. Apa pasal? Di buku sJsJ disebutkan Jamin dikubur di Mangga Dua. Waaah...Mangga Dua kan daerah tempat tinggal saya. Anda tahu apa yang saya lakukan kemudian? Saya mencari kuburan si Jamin!

Saya yang penakut bila berhadapan dengan film horor ternyata bisa melupakan rasa takut itu seketika karena sebuah buku. Ya, karena sebuah buku. Rumah saya memang tidak terlalu jauh dari area pekuburan. Tetapi sebelum membaca buku sJsJ, sedikit pun tidak terlintas di benak saya untuk menjelajahi kuburan di seputaran Mangga Dua.

Ada beberapa area pekuburan di sana. Ada yang jaraknya hanya puluhan meter dari rumah saya. Ada pula yang agak jauh, kira-kira 200 meter. Bila pulang dari pasar, sengaja saya melewati area pekuburan yang menghubungkan pasar dengan rumah. Dengan rasa ingin tahu yang besar, saya perhatikan satu demi satu nama-nama yang tertera di batu nisan. Sebetulnya saya bisa melalui pinggir jalan yang penuh dengan manusia. Tetapi ya...itu tadi alasannya. Selama belum menemukan kuburan si Jamin, rasa penasaran terus saja mendorong saya melintasi pekuburan tersebut.

Lain waktu saya main ke rumah teman di Mangga Dua Utara. Daerah itu juga memiliki area pekuburan yang memanjang hingga Gang Burung. Barangkali si Jamin dikubur di sini, demikian pikiran kanak-kanak saya. Sampai pegal kedua kaki saya, tidak juga mata saya menemukan batu nisan bertuliskan 'Jamin bin Someone'. Waktu itu saya masih ingat nama ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun