Mohon tunggu...
dharu suwandono
dharu suwandono Mohon Tunggu... Guru - ora penting dadi opo-opo, nanging dadio opo-opo sing manfaati

no profile with me, but many profile with us

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rekrutment CPNS, Benarkah Sudah Merit?

7 Mei 2020   23:05 Diperbarui: 8 Mei 2020   10:52 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gebrakan di era pemerintahan Presiden SBY dengan munculnya UU No 5 2014 mengenai manajeman Aparatur Sipil Negara seringkali menimbulkan polemik sampai saat ini, khususnya pada masa-masa perekrutan yang berbasis pada Merit Sistem. Asas Merit Sistem dalam pengelolahan sebuah manajemen birokrasi memang sangatlah penting, mengingat kualitas dari sebuah produk dan pelayanan birokarasi harus baik dan optimal, termasuk dalam pengadaan atau perekrutan pegawai ASN.

Dalih merit sistem yang seharusnya menjadi pedoman yang kuat, ternyata terbukti terbalik dengan apa yang terjadi dilapangan. Banyak sekali peraturan perundang-undangan yang baik dan proporsional, justru menjadi hal-hal yang tak baik dalam catatan tertentu (secara prosedural operasional di lapangan) yang akan menimbulkan masalah baru, khusunya dalam hal ini adalah masalah perekrutan dengan batas usia tertentu bagi calon pelamar ASN. 

Perekrutan yang seharusnya berdasar pada prinsip-prinsip Merit Sistem ternyata juga harus mengorbankan beberapa nasib dari calon pelamar dengan batasan "kualifikasi" yang sebenarnya berlawanan dengan prinsip dasar dari Merit Sistem itu sendiri, yaitu kualifikasi, kompetensi dan kinerja. (pasal 2 PERMENPAN RB No 40 Tahun 2018).

Kualifikasi yang diberikaan, dalam ketentuannya tak boleh mencakup pada unsur ras, agama, gender atau usia. Kualifikasi “usia” yang diberikan sebagai syarat mendaftar, tentunya sangat bertentangan dengan apa yang semestinya diharapakan dari proses rekrutmen. Batasan usia 35 Tahun seolah-olah menjadi garis finish tersendiri bagi calon pelamar, yang secara fakta, bahwa rata-rata dari mereka yang berusia lebih dari 35 tahun sudah tergabung pada roda pemerintahan dalam bentuk masa abdi dengan pengalaman masa kerja, dan sekaligus tingkatan produktifitas kerja atau yang bisa dikatakan sebagai "prestasi kinerja".

Pembatasan calon pelamar dengan kualifikasi tak lebih dari 35 tahun jika dipandang dari sudut pandang apapun, baik sumber berdasar UUD 1945 ataupun dasar etis-moral sangatlah tidak beralasan. Kualifikasi “usia” dengan batas maksimal 35 Tahun yang dibuat didasarkan dengan dalih “produktifitas kerja” dirasa kurang tepat. Hal ini dikarenakan bahwa produktifitas kerja tersebut telah terwakili dengan pemberian batas atas usia selesai tugas bagi seseorang yang telah menjadi pegawai dengan tugas pokok dan fungsinya, dalam hal ini adalah “Pensiun”.

Beberapa hal-hal yang semestinya terbaca di setiap prinsip Merit Sistem seharusnya terwujud dalam suatu bentuk keterpaduan. Seharusnya pengabdian dengan pengalaman kerja dan tingkatan prestasi kinerja, bisa secara baik terakomodir dalam sebuah promosi kerja (prinsip Merit “kinerja”), yang dapat digunakan sebagai nilai tambah dalam proses perekrutan CPNS ataupun PPPK, dengan tanpa mengabaikan dua prinsip lain kualifikasi maupun kompetensi. 

Mereka "para Honorer", yang telah berusia 35 tahun atau lebih, dan telah mengabdi cukup lama dengan produktifitas kerja yang baik, dapat juga terfasilitasi secara baik dalam sebuah proses perekrutan,  seperti masalah penggajian atau promosi jabatan dengan  wujud nilai tambah sebagai sebuah perhargaan. Hal ini mengingat bahwa perwujudan dari prinsip merit yang baik akan menopang terselenggaranya sebuah pemerintahan yang baik (good governance), sehingga tidak berkutat hanya pada perekrutan/pengelolaan ASN saja.

Pada akhirnya pemerintah dalam hal ini harus lebih tanggap, dan sebagai pemangku kebijakan tidak melakukan sebuah kesalahan dengan melanggar undang-undang yang telah dibuatnya sendiri, sekaligus dengan wewenangnya dapat memberikan sebuah langkah tepat sebagai solusi bagi semua tanpa ada yang merasa dirugikan.

Semoga bermanfaat . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun