Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Dari Duka Kita Bangkit", Refleksi 15 Tahun Damai Aceh

15 Agustus 2020   15:11 Diperbarui: 15 Agustus 2020   15:08 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat 15 Agustus 2020, genap 15 tahun perundingan damai Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Konflik yang terjadi lebih dari 30 tahun itu selesai di tangan seorang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perdamaian di Tanah Rencong tak hanya menjadi pelajaran, tapi juga warisan yang bisa dinikmati generasi mendatang bangsa Indonesia.

Sebenarnya, jalan damai di Bumi Serambi Mekkah telah dirintis SBY jauh sebelum dia menjadi kepala negara di tahun 2004. Melalui penugasan-penugasan yang diembankan kepadanya, ia rajin menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat Aceh untuk mencari solusi perdamaian. Bahkan ketika ia maju menjadi calon presiden di 2004, penyelesaian konflik Aceh menjadi bagian dari komitmennya.

Dengan usia pemerintahan SBY yang masih seumur jagung, ujian besar melanda negeri ini. Tepat pada 26 Desember 2004, gempa dan Tsunami memporak-porandakan Aceh. Ratusan ribu orang meninggal dan luka-luka. Tak hanya menjadi bencana bagi masyarakat Aceh, tapi juga menjadi luka mendalam bagi bangsa ini.

Tidak hanya kehilangan banyak korban jiwa, bencana tersebut menimbulkan kerugian total dari dampak destruktif yang melanda properti publik maupun privat mencapai 5 milyar dolar AS, atau seluruh PDB Aceh. Gempa bermagnitudo 9 disertai dengan tsunami itu membuat suasana pergantian tahun berubah duka. Tahun baru 2005 dilewati dengan doa untuk Aceh.

Pemerintah saat itu sedang berada di Nabire, Papua, dalam rangka meninjau lokasi banjir bandang, langsung mendeklarasikan bencana alam dan memerintahkan berbagai departemen dan kementerian untuk melakukan mobilisasi sumber daya yang tersedia sebagai respon keadaan darurat serta proses dan rekonstruksi, serta menugaskan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB atau dulu dikenal dengan Bakornas PB) untuk mengirimkan sumber daya ke Aceh.

Untuk menjamin proses rekonstruksi dan rehabilitasi berjalan dengan lancar, pemerintah saat itu juga menegaskan Aceh harus segera damai. Karena tidak mungkin suplai bantuan bisa berjalan lancar apabila konflik terus terjadi. Untuk itu, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Hamid Awaludin ditugaskan untuk membangun komunikasi dengan petinggi GAM. Alhamdulillah, berkat niat yang kuat, perjanjian damai Indonesia dan GAM akhirnya tercapai dan memutus konflik panjang di Tanah Rencong.

Presiden SBY menyampaikan, pemerintah Indonesia kala itu bekerja dua kali lebih keras untuk menghasilkan Master Plan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Master Plan tersebut mendorong seluruh komunitas internasional maupun pihak yang bertikai untuk memprioritaskan pembangunan dibandingkan kepentingan masing-masing terhadap konflik yang ada.

Seperti kata SBY, damai Aceh dilandasi dengan kepercayaan dan tidak hadir begitu saja dengan kata-kata. Kemampuan untuk menunjukkan komitmen dan meningkatkan kepercayaan adalah kunci untuk mencapainya. Oleh sebab itu, untuk menjaga perdamaian di Aceh sangat memerlukan upaya sistematik dan berlanjut. Selain itu, juga diperlukan keteguhan dan political will para pemimpinnya. Semoga kedamaian selalu hadir di bumi Nagroe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun