Ini sebuah balada. Cerita tentang kisah orang-orangan yang dikendalikan oleh nafsu dunia. Ini juga nyanyian dari rintihan orang-orang yang tidak lagi melihat kejujuran dalam diri manusia.
Balada ini menceritakan tentang manusia yang tak obahnya seperti mainan. Diutak-atik, gerak kesana kemari, dan menari-nari membuat sensasi. Sehingga setiap kali pertunjukan banyak puja-puji atas atraksi yang disuguhi. Satu dua ada yang mencaci, karena atraksi terlalu dibumbui sehingga menghilangkan kebenaran yang hakiki.
Dalam cerita disampaikan tentang seorang pemimpin negeri yang dikendalikan oleh tali seperti boneka kayu. Mirip dengan Pinokio, atau seperti boneka kayu Sigale-gale khas Batak Toba, Sumatera Utara. Orang-orangan tersebut dimainkan dan dibuat seakan ahli memainkan peran. Faktanya, ia tetap mainan Sang Maestro.
Pemimpin dalam balada orang-orangan tersebut diperlihatkan mampu mengendari sepeda motor. Motor yang dipilihpun terlihat macho. Chopper namanya, motor khas Amerika. Kendati ukuran motor yang besar tak sesuai dengan orang-orangan yang bertubuh lebih kecil, namun alur cerita dibuat semenarik mungkin agar penonton dapat terpukau dan bertepuk tangan.
Orang-orangan yang diberi tali ini juga diperlihatkan sangat perkasa. Ia bisa berdiri tegap seperti manusia layaknya. Namun sejatinya, jika tali-tali yang dikaitkan kepada orang-orangan tersebut dilepas, maka orang-orangan tersebut tak ubahnya seperti seenggok kayu bakar atau kayu-kayu yang ditumpuk di gudang mebel.
Dengan segala keheroikan dalam cerita tersebut, dua hal yang tidak mampu dilakukan pemimpin orang-orangan kayu tersebut untuk rakyatnya. Pertama, menyelamatkan rakyatnya yang terbenam di dalam air. Pemimpin ini beralasan karena semua makhluk adalah kayu, maka semuanya akan mengambang dan habis lapuk dengan sendirinya.
Selain beralasan demikian, sebenarnya ada maksud terselubung dari pemimpin orang-orangan kayu tersebut. Ia sebenarnya tengah mencoba menyelamatkan dirinya dari kelapukan yang diakibatkan oleh air. Dalam banyak sastra dikatakan air adalah rejeki dan sumber kehidupan. Namun dalam banyak literatur, air juga menjadi musibah yang menghancurkan sebuah peradaban dan kehidupan. Agaknya, pemimpin orang-orangan kayu tersebut memilih konteks air dalam perspektif kedua.
Ketidakmampuan pemimpin orang-orangan kayu yang kedua adalah menyelamatkan rakyatnya dari himpitan batu. Ia lebih suka membangun infrastruktur dari kayu yang dipoles menyerupai batu beton. Walaupun nantinya kayu yang dipoles menyerupai batu itu akan hancur, setidaknya ia tidak dihimpit batu beneran. Kayu bertemu kayu, jadilah ia barang mebel berharga. Tergantung skenario Sang Maestro kedepan pikirnya.
Ini sebuah balada. Cerita tentang kisah orang-orangan yang dikendalikan oleh nafsu dunia. Ini juga nyanyian dari rintihan orang-orang yang tidak lagi melihat kejujuran dalam diri manusia.
Kejujuran tidak lagi bernyawa. Ia dititipkan pada kayu-kayu seperti kepercayaan orang-orang terdahulu. Nasib baik atau buruk yang dihadapi, kita dipaksa percaya dan meyakini bahwa kayu-kayu tersebut akan memberikan sesuatu yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H