Pojok Kompas Rabu 17 September menulis,” Tak satu pun pejabat karier terpilih menjadi anggota. Konstatasi Kompas tersebut seperti hendak menyatakan bahwa anggota BPK adalah jabatan karier, jabatan yang diperoleh setelah menempuh pendidikan dan pelatihan dalam suatu bidang tertentu. Pejabat Negara yang berkarier di BPK seharusnya adalah orang yang sudah memperoleh pendidikan di bidang ekonomi, keuangan, akuntansi, dan auditing. Ilmu tersebut diperoleh di perguruan tinggi dan terus ditingkatkan penguasaan dan pemahamannya melalui pelatihan-pelatihan dan melalui jam terbang memeriksa selama masa karirnya.
Sebagaimana profesi lainnya, profesi anggota BPK sebagai auditor negara juga mempunyai norma dan kode etik. Dalam kode etik BPK disebutkan bahwa pemeriksa harus memiliki integritas dan dapat mempertahankan independensinya dalam pemeriksaan yang dilakukannya. Untuk menjaga independensi ini dalam kodeetik juga dinyatakan tidak boleh menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Tidak seperti pejabat negara lainnya yang dipilih oleh DPR seperti KPK misalnya, anggota BPK baru mengundurkan diri dari keanggotaan atau pengurus partai politik setelah yang bersangkutan terpilih menjadi anggota BPK. Kandidat anggota BPK yang mengikuti fit and proper test oleh DPR masih menjadi pengurus partai politik. Bahkan dua di antara 5 anggota terpilih periode 2014-2019 masih menjadi anggota DPR Komisi XI yang melaksanakan fit and proper tersebut.
Berbagai kasus penyalahgunaan keuangan negara membuktikan manajemen pengelolaan keuangan negara belum memenuhi harapan. Peran BPK seharusnya dapat meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan tersebut apabila pemeriksaan dilakukan secara independen. Faktanya penyimpangan-penyimpangan keuangan negara ini cenderung meningkat dari waktu ke waktu sehingga patut diduga bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK pun tidak optimal.
Ketidakoptimalan ini dapat bersumber dari permasalahan intergritas dan independensi anggota-anggota BPK. Pascareformasi, hampir semua apparatus pemerintahan terkait langsung ataupun tidak langsung dengan partai politik. Sehingga dapat dipahami apabila dalam melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, para anggota BPK tersebut sulit menghindarkan benturan kepentingan karena proses seleksinya sangat ditentukan oleh partai politik yang sarat kepentingan.
Seleksi anggota BPK di masa yang datang seharusnya seperti pemilihan komisioner KPK. Untuk menjaga independensi perlu ditetapkan syarat bahwa kandidat anggota adalah orang-orang yang telah memenuhi kriteria keilmuan dan pengalaman yang dibutuhkan. Assesment test dapat dilakukan oleh panitia seleksi yang juga ahli dan mumpuni di bidang pemeriksaan keuangan. Syarat lainnya yang juga sangat penting adalah tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
DPR sebagai lembaga terakhir yang melakukan fit and proper hanya akan memilih anggota-anggota BPK yang profesionalitas, integritas dan independensinya sudah memadai.
Apabila proses seleksi tersebut tidak diubah dalam masa mendatang maka kekhawatiran kita bahwa anggota BPK yang terpilih pun bisa preman-preman yang memang memiliki posisi yang tinggi di partai politik.
Penulis
Drs. Galumbang C Sitinjak, Ak. M.Si
Partner KAP Sudin & Rekan, CPA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H