Mohon tunggu...
dharma putra
dharma putra Mohon Tunggu... -

Ketua LPM Kanaka 2013 - 2014 Ketua Komunitas Daun Jatuh 2015 Wk. Ketua BPM-FIB UNUD 2016 Anggota FKUB Kab.Karawang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Musyawarah Tidak Digugu, Pancasila Kini Dungu

27 September 2016   15:28 Diperbarui: 27 September 2016   15:40 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengambilan keputusan dalam sebuah musyawarah semestinya harus didasarkan pada kehendak umum dari setiap individu yang tergabung dalam sebuah kelompok atau komune. Kehendak umum menurut Jasques Roussoue adalah manifestasi rasional individu secara kolektif. Kehendak umum akan diperoleh jika antara satu individu dan individu lain memiliki kesepakatan yang sama tanpa adanya ketidasepahaman antara satu dan lainnya. Masyarakat bukan entitas yang berdiri dan besar oleh satu individu saja, melainkan terintegrasi dengan komponen banyak individu yang ada didalamnya. Oleh sebab itu keputusan yang diambil harus berdasarkan kehendak umum atau semua komponen yang tergabung dalam organisasi tersebut sehingga keputusan yang diambil nantinya tidak akan menyebabkan disintegrasi dalam bermasyarakat. Disintegrasi dalam bermasyarakat atau bersosial akan menyebabkan tidak berjalannya sosial masyarakat secara maksimal.

Pengambilan keputusan dalam sebuah forum musyawarah pada hari ini nyatanya tidak menuangkan seluruh aspirasi yang ada atau dalam kata lain tidak melibatkan kehendak umum peserta musyawarah yang ada. Dalam musyawarah kini lebih cenderung menggunakan sistem agregasi dalam pengambilan keputusannya atau biasa kita kenal dengan sistem voting. Sistem agregasi atau voting ini pada dasarnya menarik atau menyimpulkan sebuah keputusan yang didasarkan pada penjumlahan suara terbanyak, jadi kehendak umum dalam sistem agregasi dijelaskan melalui mekanisme suara terbanyak. 

Suara mayoritas forum musyawarah dalam sistem agregasi menjadi patokan diambilnya sebuah keputusan. Lalu pertanyaannya sekarang, kemana suara minoritas dalam musyawarah tersebut ?. Dalam sistem agregasi suara minoritas tidak lagi menjadi sebuah pertimbangan, lalu akankah suara minoritas ini ada dalam pergerakan dari hasil keputusan tersebut. Komponen dalam musyawarah yang seperti ini akan menjadi alur yang saling bertabrakan antar peserta musyawarah karena keputusan yang diambil tidaklah berdasarkan pada kehendak umum yang mutlak. Suara minoritas akan menjadi oposisi dalam segala tindakan atau hasil yang dituangkan dalam pengambilan keputusan tersebut karena keputusan tersebut bukanlah kesepakatan dari minoritas tersebut.

Dalam ruang lingkup organisasi intra kampus atau perguruan tinggi misalnya, sistem agregasi ini sudah menjadi point penentu dalam pengambilan keputusan yang akan diambil tidak lagi memakai sistem musyawarah / deliberasisesuai dengan perintah ideologi bangsa ini yaitu Pancasila. Padahal semestinya organisasi dalam skala perguruan tinggi yang merupakan basis perubahan dan tolak ukur sumber daya manusia sebuah bangsa dapat memberikan contoh yang baik, apalagi hal ini berkenaan dengan fundamental ideologi bangsa. Pengambilan keputusan dalam Pancasila tepatnya pada sila ke-4 dikatakan bahwa “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan keadilan”. Dalam bait tersebut selayaknya kita dapat memahami arti dari kebijaksanaan dalam permusyawaratan keadilan, sehingga pengambilan keputusan yang akan kita ambil nantinya tidak bersifat eskapisme. Pengambilan keputusan organisasi kemahasiswaan intra kampus dapat menerapkan sistem musyawarah yang sejalan dengan ideologi fundamentalnya. Musyawarah dalam hal ini akan menjaga hasil keputusan tetap menjadi kehendak umum seluruh komponen civil society yang ada dalam kelembagaan atau organisasi tersebut. Sistem musyawarah akan mendorong suara minoritas menjadi bagian dari suara mayoritas yang nantinya akan saling berkonvegensi sehingga tercapainya konsensus dalam musyawarah atau pengambilan keputusan tersebut.

Konsensus adalah point penting dalam pengambilan keputusan atau tercapainya kehendak umum. Konsensus itu sendiri menurut Jurgen Habermas, merupakan hasil dari argumentasi imparsial / argumentasi dengan prinsip moral. Dalam hal ini adalah individu-individu yang ada harus mengetahui mengenai etika diskursus/ etika dalam sebuah diskusi atau musyawarah. Etika Diskursus adalah komunikasi atau percakapan di ruang publik yang dibatasi (menurut Dhonny Gahral). Batasan yang diambil dalam percakapan atau diskusi tersebut adalah : pertama, percakapan harus berdasarkan nalar public (seluruh komponen masyarakat), kedua percakapan harus mengeluarkan hal - hal yang bersifat privat atau fundamental yang bersifat memecah belah. 

Kedua batasan tersebut harus ada dalam sebuah ruang lingkup diskusi sehingga terjadinya perdebatan yang panjang dan emosional akan terminimalisir. Batasan diskusi atau musyawarah agar tercapainya konsensus atau kehendak umum juga dituturkan oleh Jurgen Habermas yakni dapat dilakukan dengan “situasi ujaran ideal”, dimana seluruh partisipan atau komponen individu yang ada diberikan kesempatan untuk berbicara dan menuangkan aspirasinya. Bukan hanya segelintir orang saja yang bersuara di forum tersebut, sehingga menimbulkan penguasaan hasil yang dapat menggores keadilan dan kebijaksanaan dari musyawarah tersebut.

Organisasi intra kampus harusnya dapat menuangkan ini dalam forum diskusinya atau musyawarah yang akan dibentuknya untuk pengambilan keputusan dalam memperbaiki sistem dan menjalankan roda organisasinya, sehingga lingkup organisasi – organisasi tersebut dapat menuangkan segala aspirasi dari tiap komponen individu yang ada di lingkungan perguruan tinggi. Perpecahan mahasiswa dan komponen individu yang cenderung atomistik di ruang lingkup organisasi intra kampus pun dapat diminimalisir dengan disertakannya mereka dalam setiap pengambilan keputusan yang akan dibuat / dijalankan nantinya. Selain untuk menjunjung tinggi kehendak umum di ruang lingkup organisasi dalam pengambilan keputusan, konsensus dalam musyawarah tersebut pun dapat mendorong kita untuk lebih dekat dengan fundamental lembaga kemahasiswaan kita yakni Pancasila yang sekaligus menjadi identitas bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun