Di era serba online saat ini, bisnis perbankan menjadi makin menarik bagi para konglomerat di Indonesia. Penggunaan uang digital dan transaksi online akan semakin memiliki percepatan pertumbuhan. Hal ini tentu saja menciptakan perubahan strategi bisnis. Di sisi lain akan merubah secara mendasar landscape dunia finansial di Indonesia. Akan ada seleksi alam, dimana siapa yang cepat beradaptasi dengan perubahan, mereka yang akan eksis di tengah perubahan.
Begitu juga dengan salim grup. Setelah kehilangan BCA pada resesi 1997, rupanya salim grup baru merintis ulang bisnis perbankannya di 2017, tepatnya saat merealisasi kepemilikan saham Ban Ina Perdana sebanyak 29%. Sebuah bank kecil dengan prosentase saham yang kecil juga. Artinya perlu waktu 20 tahun bagi Grup Salim untuk menghilangkan traumanya di bisnis perbankan.
Strategi Inkubasi Bisnis
Mengapa Salim Grup memulainya dari Bank kecil dengan kepemilikan rendah? Tentu berbeda antara tahun 1957 saat BCA didirikan dengan 2017, saat Salim Grup mulai merintis bisnis perbankan. Penulis meyakini bahwa jauh sebelumnya Salim Grup sudah berancang - ancang untuk masuk kembali ke bisnis perbankan. Mereka mulai mengidentifikasi dan memformulasikan strategi bisnis perbankannya yang mereka percaya mampu memiliki tingkat kompetensi untuk menjadi yang terbaik.
Pada Januari 2020, Salim Grup meningkatkan kepemilikan sahamnya di Bank Ina Perdana (kode:BINA) sehingga menjadi pemegang saham pengendali tunggal. Saat itulah sebenarnya proses inkubasi strategi bisnis Salim Grup di bisnis Perbangkan di mulai.
Saat ini strategi inkubasi bukan lagi milik perusahaan startup teknologi saja. Para pebisnis sudah mengaplikasikannya karena banyaknya keunggulan, di antaranya, resiko rendah, mudah dievaluasi, mudah dilihat dampaknya dan mengurangi faktor bauran.
Strategi Scale Up
Perlu satu tahun bagi Salim grup untuk menguji strategi bisnis perbankannya di bank kecil. Pada Januari 2021, Salim Grup membuat geger dengan masuk ke Bank Mega. Dalam 3 dari berturut turut, saham MEGA.JK langsung naik 20%, 20% dan 16%. Sebuah optimisme baru yang dilihat investor sebagai langkah besar Salim Grup setelah menginkubasi bisnis perbankannya di Bank Ina.
Satu tahun sejak Bank Ina Perdana sejak diambil alih oleh Salim Grup, bank ini relatif tidak banyak berubah baik dari sisi total asset, revenue maupun net income. Karena memang fokus Salim Grup adalah untuk menguji strategi barunya untuk kemudian di scale up ke Bank Mega.
Bagaimana Prospek Saham Bank Mega setelah kenaikan yang luar biasa?
Wajar jika setelah kenaikan ada profit taking yang menyebabkan penurunan harga saham sementara. Tetapi secara fundamental, saham bank ini masih memiliki prosepek yang bagus. Proses scale up baru dilakukan 2 minggu, belum banyak hal bisa di implementasikan dengan sempurna, tetapi banyak investor percaya bahwa mengakusisi bank Mega sebagai Bank terbesar nomer lima dari sisi kapitalisasi saham adalah sebuah langkah yang sangat serius.
Ikuti selengkapnya dalam video youtube saya ini.Â
Walaupun demikian, analisa bukanlah rumus mutlak, anda tetap harus hati-hati karena investasi saham adalah investasi yang paling beresiko. Bisa jadi prediksi ini benar, tapi jika strategi buy sell salah, mungkin anda akan rugi.