Banyak jebakan di hutan. Jebakan yang dibuat pemburu untuk binatang buruannya. Jebakan banyak tidak hanya dihutan, di kota juga tidak kalah banyak. Jebakan copet didalam bus kota oleh kelompok pencopet, dengan satu pencopet menjebak korban untuk tidak sadar kalau dompetnya dikutit pencopet temannya. Atau jebakan ranjau darat disaat perang. Yang jelas, jebakan dibuat untuk sang korban terlena dan tidak waspada, seakan keadaan aman dan biasa saja.Â
Ada satu istilah lagi, yang disebut jebakan kelas menengah atau disebut middle income trap juga semakin banyak dibahas. Jebakan kelas menengah (middle income trap) adalah suatu keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju. Indonesia kuatir kena jebakan itu dan pada posisi sudah dibibir lubang jebakan, begitulah kira-kira.
Negara yang masuk ke dalam kategori jebakan pendapatan kelas menengah akan kehilangan keunggulan kompetitif mereka dalam mengekspor barang-barang jadi karena harus membayar biaya produksi dan investasi plus biaya transaksi serta biaya agensi lain yang tinggi dan melelahkan.Â
Pada saat yang sama, negara ini tidak mampu bersaing secara ekonomi dengan negara-negara maju di pasar dengan nilai tambah yang tinggi. Akibatnya, negara-negara yang baru saja terindustrialisasi (seperti Afrika Selatan dan Brasil) belum keluar dari kelompok pendapatan menengah selama beberapa dasawarsa karena produk nasional bruto per kapita mereka tersangkut dalam kisaran $1.000 hingga $12.000. Negara-negara ini menghadapi masalah berupa investasi yang rendah, pertumbuhan industri sekunder yang lambat, diversifikasi industri yang kurang dan kondisi lapangan kerja yang buruk.
Presiden Joko Widodo dalam pelantikannya sebagai presiden terpilih periode 2019 - 2024 setahun yang lalu telah menyampaikan, bahwa kita punya potensi untuk dapat keluar dari jebakan penghasilan menengah. Diyakini, melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Indonesia bisa terlepas dari jebakan kelas menengah, dan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari middle income trap, Indonesia akan bisa menjadi negara yang efisien, regulasinya simpel, dan memberi kesempatan rakyat untuk berusaha secara mudah.
Selang sehari setelah RUU Ciptaker di ketok palu oleh DPR, reaksi beberapa lembaga luar negeri memberi respon positif pada Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR. Reaksi dunia terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ternyata cukup menggembirakan. Seakan memberi sinyal bahwa upaya Indonesia dalam menarik investor luar diartikan sebagai keberanian negara ini dalam menutup jalan para opportunis dan 'tukang palak' disetiap proyek investasi sebagaimana layaknya hambatan rent seeker yang biasa terjadi di negara berkembang.
Beberapa reaksi pujian di antaranya adalah Moody's, Bank Dunia, Fitch Rating, dan Asia Development Bank (ADB). Seluruh lembaga asing tersebut pun memuji langkah pemerintah Indonesia yang membuat peraturan tersebut dengan melihat adanya perubahan yang positif atas sejumlah permasalahan yang dihadapi Indonesia selama ini, terutama soal regulasi yang berbelit.Â
Bank Dunia menilai UU ini mampu membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan memerangi kemiskinan. Mereka juga berharap aturan teknis yang memadai dapat memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bank Dunia meramalkan pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia.Â
Selain itu, tiga pengelola dana global yakni Morgan Stanley, JP Morgan, dan CGS-CIMB juga menganggap UU Cipta Kerja bisa berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Mereka menyatakan aturan ini bisa menghasilkan kebijakan moneter yang lebih kuat, inflasi stabil, penurunan struktural suku bunga, percepatan infrastruktur, hingga mendorong usaha kecil.
Pandangan beberapa lembaga internasional terhadap UU Cipta Kerja ini melihat suatu harapan yang positif untuk recover dan perkuatan ekonomi secara sustainability. Â Rata-rata institusi yang bergerak dalam sektor bisnis merespons baik UU ini, dan pandangan dari sejumlah lembaga asing tersebut membuat sinyal positif atas UU Cipta Kerja, tetapi di sisi yang lain justru mendapat penolakan dari sebagian masyarakat Indonesia, padahal ini akan bisa berdampak positif terhadap konsolidasi fiskal, dan undang-undang ini akan membawa perubahan nyata.Â
Ironisnya, massa yang menggelar demo besar-besaran dengan dana penyelenggaraan demo yang tidak sedikit yang terjadi di negeri ini justru menjadi sangat mengganggu niat mulia pemerintah dalam mengentas status negara ini menjadi negara yang lebih terhormat dan keluar dari status negara yang berpenghasilan menengah.Â