Berbagai momentum besar telah terjadi dibangsa ini, baik yang disengaja maupun hasil rekayasa, kemenangan monumental rakyat dalam proses berdemokrasi sebabai ajang pergantian kepemimpinan nasional di tahun 2014 yang memenangkan Pasangan Joko widodo dan Hm. Jusuf Kalla disadari atau tidak, merupakan kesadaran sebagian besar Rakyat bahwa peran dan sosok Pemimpin Negara sangat menentukan pencapaian cita-cita sebagai sebagai bangsa sejahtera dan berkeadilan. Tapi sangat disayangkan, bahwa sistem demokrasi yang kita anut masih sebatas kulitnya saja, belum menyentuh sedikitpun subtansi menjadikan demokrasi secara menyeluruh dipraktekan dan jadi acuan dalam membangun kemanusiaan bangsa Indonesia yang berbudaya sangat tinggi.
Perjuangan rakyat untuk bersama-sama mewujudkan Keadilan dan kesejahteraan akibat nihilnya peran Pemerintahan sebelumnya untuk menjembatani dan mendorong hadirnya sosok Pemerintahan yang dapat membentuk logika dan karakter pemerintahan yang punya kejelasan visi kesejahteraan yang kongkrit dan terukur untuk segera mengakhiri situasi krisis multi dimensi yang tak kunjung hilang di bangsa ini. Sosok Jokowi Jk yang memenuhi ekspektasi rakyat untuk menghantarkan bangsa Indonesia menuju Negara dan bangsa yang berdaulat dalam semua dimensi kenegaraan.
Modus-Modus Pemiskinan Oleh pemerintah
Keterpurukan bangsa dan Negara tidak bisa dihindari akibat praktek dan kebijakan pemerintah yang menjadi sumber pemiskinan mayoritas warga, berbagai momen deklarasi, mulai proklamaisi sampai deklarasi demokratisasi di bangsa ini belum cukup mendorong Negara untuk hadir sebagai pilar perwujudan kemapanan ekonomi yang merata. Pemerintah justru merupakan actor utama dan dominan dalam memproduk kemiskinan dan kepedihan yang massif dan telanjang dalam semua sendi-sendi kehidupan. Kesesatan Pemerintah memaknai Visi Negara kesejahteraan dapat dicurigai menjadi penyebab kenapa Pemerintah Justru menjadi penghambat kemajuan Bangsa ini.
Dengan mudah kita dapat menguak keterlibatan Pemerintah dalam mempabrik kemiskina yang melanda bangsa ini beberapa diantaranya bersifat regulasi; peraturan perundang-undangan, misalnya penetapan Upah minimum yang menetapkan komponen Upah sebatas memenuhi kebutuhan makan dan operasional jutaan buruh. Tidak disitu saja rupa-rupanya kesesatan pemerintah, dalam praktek memiskinkan warga Negara yang bekerja sebagai aparatur Negara juga menyempurnakan keterlibatan agresif pemerintah dalam mendongkrak angka kemiskinan.
Pekerjaan sebagai alat bagi warga Negara untuk mendapat penghasilan dan peluang kesejahteraan bak jauh panggang dari api, pekerjaan yang disediakan Pemerintah untuk warga Negara yang normatifnya sebagai alat mensejahterahkan warga Negara tidak mungkin (mustahil) tercapai sebab asumsi dan angka salary (Gaji) yang ada dalam logika APBN hanya berdasarkan kebutuhan sandang pangan semata.
Idealitas Penghasilan, Gaji atau Salari yang harusnya menjadi ajang pengakuan terhadap ketinggian kehormatan setiap warga Negara belum pernah sedikit pun ada sinyalemen, i'tikad pemerintah. Kelalaian pemerintah menetapkan standar penghasilan yang layak dan mengakomodasi seluruh aspek kemanusian yang melekat sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka sebagai pilar kedaulatan bangsa dan Negara memastikan praktek yang berlaku saat ini hanya kelanjutan dari praktek kerja paksa yang ciri utamanya para pekerja hanya diberikan fasilitas makan dan operasional. kalau cara pandang ini dipertahankan dalam pemerintahan Jokowi JK dapat disimpulkan kalau mereka bagian dari establishnya Status Quo, katena Pemerintah mensubsidi keterpurukan Bangsa ini.
Identitas sebagai bangsa yang terhormat, merdeka dan demokratis harusnya dilindungi dan rujukan mutlak oleh pemerintahan dalam semua prakteknya, penetapan yang tidak humanis, dan cenderung diskriminatif baik; UMR bagi warga yang bekerja di lembaga swasta maupun penetapan gaji bagi warga yang berprofesi sebagai TNI Polri ataupun aparatur Negara yang jauh dibawah penghidupan warga Negara demokratis lainnya. Padahal dalam konteks sirkulasi kepemimpinan dan penanganan Korupsi kita bisa lebih maju malah sangat jauh melampaui Negara-negara tersebut.
Jikalau pemerintahan JOKOWI JK yang lahir oleh kita, dari kita, untuk kita, kembali gagal merumuskan penghasilan sebagai jaminan hidup baik saat bertugas maupun purna dinas alias pension serta menjamin minimal kepentingan generasi keluarga mereka maka kita pastikan semua agenda revolusi jokowi hanya sebatas modus kemenangan politis dan berakibat hilangnya optimisme pencapaian Visi, cita dan mimpi sebagai bangsa yang besar. Sebab agenda kedaulatan dan penegakan hukum tidak mungkin dilakukan semuanya oleh Kabinet jokowi, tanpa merevolusi paradigma dalam sistem penghasilan aparatur Negara khususnya TNI Polri.
apabila mucul Keengganan Pemerintahan Jokowi menetapkan penghasilan sebagai pilar pertahanan moralitas aparat TNI POLRI hanya akan mempraktekan agenda blusukan yang tidak akan mengobati kebusukan yang massif terjadi disemua segmen, baik pengelolaan minerba yang merugikan Negara puluhan ribu triliun maupun penjagaan potensi kelautan yang menghilangkan pemasukan 300 triliun bagi Negara kesemua modus kejahatan sistemik tersebut akan semakin memblusuk dan langgeng.
Tidak mungkin, Menteri Susi yang akan sendirian menjaga, mengawasi setiap saat dan setiap jengkal wilayah kedaulatan maritim bangsa ini, tanpa melibatkan TNI Polri sebagai institusi utama Negara yang akan berperan disektor tersebut, tidak mungkin Jokowi sendirian blusukan dan bisa menangani perampasan tanah rakyat, perampokan kekayaan alam setiap hari secara membabi buta serta menangani jutaan kejahatan yang terjadi massif di seantero republic Indonesia terkecuali memperkuat moralitas dan loyalitas aparatur TNi Polri yang selama ini disepelekan atau diterlantarkan secara ekonomi sehingga mereka perumpamaannya seperti mobil mogok yang ‘hanya” merepotkan dan akhirnya secara sistemik menguras waktu dan energi bangsa kita sendiri.
Sebagai contoh, dengan asumsi 50 juta perbulan gaji mereka sebagai sarana kesejahteraan, dus Investasi Negara itu artinya 37 Triliun untuk 740 ribu anggota TNI Polri, dana segar tersebut beredar di masyarakat kita yang secara otomatis menggerakkan ekonomi rakyat sebagai fundamental ekonomi, sekaligus, sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan Negara pada loyalitas TNI Polri. bagaimana mungkin pemerintah bisa begitu royal (menanggung) terhadap beban pengusaha yang terbelit utang BLBI ribuan triliun yang bunga berbunganya bisa sampai puluhan ribu triliun dan harus ditanggung seluruh rakyat Indonesia sementara enggan atau lalai menghadirkan loyalitasnya demi kesejahteraan TNI Polri yang akan sangat menentukan nasib ratusan juta warga negara karena berkaitan arah penegakan Hukum, penegakan Kedaulatan dan jaminan kemanusiaan bangsa ini.
mensejahterahkan TNI Polri hakekatnya secara langsung berdampak pada keluarga, sanak saudara mereka yang jumlahnya puluhan juta warga negara, semuanya akan kuat dan kokoh secara ekonomi maka kita dapat mengerahkan seluruh kapasitas atau kemampuan mereka untuk menghadapi sindikat kelautan atau semua yang berlabel sindikat dan akan sedikit membantu pemasukan Negara sebanyak 300 triliun tiap tahun, belum lagi penyelamatan kekayaan Negara yang akan kita selamatkan dapat terjaga dan dinikmati untuk beberapa generasi bangsa Indonesia, sehingga disadari atau tidak TNI Polri dapat menjadi Penggerak Revolusi Mental.
Menagih Janji Revolusi..
Agenda Memperkuat Moralitas dan loyalitas itu harus dimulai oleh itikad loyalitas pemerintahan dan pendekatan moralitas Negara dalam menetapkan asumsi-asumsi penghasilan sebagai sarana mumpuni yang berfungsi pelindung sejak dini dan pertahanan terdalam (Security System) bagi setiap anggota TNI Polri dan keluarga mereka dari serangan-serangan sistem kejahatan yang ada.
Bukanlah hal kebetulan, Bangsa yang dianugerahi ketinggian budaya juga oleh Tuhan di berikan kekayaan alam tertinggi di dunia harusnya menjadi surge bagi seluruh warga negaranya, tapi kenapa justru mayoritas warga Negara justru hidup seperti di neraka, Jutaan saudara-saudari anak-anak Indonesia malahan disponsori pemerintah untuk berbondong-bondong meninggalkan negeri ini untuk mencari peluang sejahtera dengan menjadi TKI atau TKW akibat penghasilan yang lebih manusiawi dan menggiurkan di negeri orang dibandingkan keras dan gelapnya bekerja dan jalani kehidupan di negeri sendiri.
Agenda merebut kedaulatan sesungguhnya untuk memastikan bangsa ini dapat menikmati kesejahteraan tapi itu harus melalui tahapan merumuskan asumsi yang komprehensif akan perspektifnya tentang kemanusiaan dan keindonesiaan untuk menetapkan angka sebagai pendekatan dan rujukan pengakuan pemerintah atas hak-hak warga untuk hidup sejahtera.
Semoga dari meja makan malam pak Jokowi dan pak Jk dapat lahir perubahan monumental di bangsa ini.. meminjam kalimat Ronald Reagan.
#SaveTNIPolri
KITRA, Koalisi Kesejahteraan TNI POLRI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H