Tragedi Mina di Jalan 204 Mina, Kamis, 24 September 2015 jam 11.30 waktu Arab Saudi sebagai Bencana kemanusiaan di tengah gempita spiritual dalam rangkaian pelaksanaan haji, desak-desakan massal yang melibatkan korban dari berbagai Negara, indikasi adanya unsur kelalaian semua pihak dan pengaruh pemerintah Negara masing-masing korban tragedi ini, dalam konteks Indonesia, tindakan kronik untuk menambal tragedy diatas, Kementerian Agama sebagai otoritas panitia pelaksanaan Haji bersama beberapa pihak terkait, telah memVonis, bahwa ratusan Korban Jemaah adalah kelompok yang tidak disiplin dan memiliki pemahaman membahayakan keselamatan mereka sendiri.
Pada kenyataannya, Korban Ratusan dari Jemaah Indonesia pun demikian tidak lepas dari peranan lukman hakim saefuddin, sebagai "Amirul hajj" musim Haji 2015: pemimpin Misi Haji Indonesia sekaligus menteri agama yang memboyong 1.875 orang Petugas Haji Indonesia. Status dan posisi sentral lukman saefuddin ini menjadi penting untuk diulas guna menelusuri kebenaran “VONIS” dibalik tragedi yang telah turut merenggut jiwa warga Negara Indonesia.
Harga Kesombongan Amirul Hajj Lukman Saefuddin dan kelompoknya
Tragedy yang menelan ratusan jiwa warga Indonesia ini semakin tragis karena para korban di vonis oleh lukman dan jajaran kementerian Agama sebagai kelompok yang indisipliner, tidak patuh dan memiliki paham yang menyimpang. Bahwa jatuhnya korban dari warga Indonesia tentu bisa terjadi dimana dan kapan saja dalam pelaksanaan ritual haji tapi menghakimi dengan vonis semacam ini sudah patut dikategorikan sebagai tindakan penistaan, tidak bermoral dari Menag Lukman bersama petinggi kemenag yang seharusnya terdepan dalam menjaga harkat martabat warga Negara.
Jatuhnya ratusan Korban warga Indonesia dalam tragedy ini yang harusnya dijadikan pelajaran dan moment koreksi total panitia pelaksanaan Ibadah Haji Kemenag, malah jadi tontonan bangsa ini bagaimana Petinggi Kemenag mengobral penghinaan terhadap warga Negara yang telah jadi korban, menyalahkan secara membabi buta para korban, cara-cara keji dengan penghacuran moral dan martabat para korban yang telah syahid dengan sejuta kebohongan-kebohongan merupakan atraksi pertunjukan kesombongan dan arogansi luar biasa Kemenag, dan penanda hilangnya rasa kemanusiaan pemimpin kemenag pada kemanusiaan dan kehormatan warga negara.
Tuduhan dan vonis tidak bermoral atas para korban oleh Lukman dan jajarannya adalah fakta penting bagi bangsa ini bahwa demi kekuasaan mereka tega melakukan apa saja, menimpakan kesalahan mereka dengan melecehkan kehormatan orang-orang yang syahid. Tragedy atas korban mina malah semakin memperlihatkan betapa brutalnya Praktek Pemujaan Kekuasaan yang bermodalkan kesombongan, arogansi kelompok dan kebohongan berjemaah oleh Lukman dan Jajaran Kementerian “AGAMA”.
Propaganda penuh dusta dan tuduhan keji ini atas ratusan korban tragedy mina memastikan kualitas kesombongan dan arogansi lukman bersama petinggi kemenag, inilah sikap secara terbuka dan tegas bahwa mereka ini menolak mengevaluasi dan mengoreksi kesalahan mereka yang secara langsung maupun tidak langsung, padahal telah turut berperan menyeret ratusan Jemaah haji warga Indonesia . kalau bukanlah sikap kesombongan lukman maka mustahil mereka tega melecehkan kehormatan para korban yang merupakan warga Indonesia dan dilindungi Konstitusi. paparan berikut untuk membuktikan siapa sesungguhnya yang tidak disiplin dan tidak patuh pada aturan yang ada, apakah syuhada; jemaah Indonesia korban tragedi ataukah Lukman hakim Saefuddin "Amirul Hajj" dan Kelompoknya .
Kalau saja, Lukman bersama jajarannya tidak membawa arogansinya ke tanah suci maka persoalan pengawasan keluar masuk Jemaah dari areal perkemahan dapat dengan mudah diminta kepada pihak muassasah, disitulah fungsinya, kenapa perkemahan dipasang pagar dan punya pintu akses keluar masuk terbatas. Agar PPIH Kemenag tidak perlu kerepotan mengawasi Jemaah yang jumlahnya ratusan ribu, agar disiplin atau melontar sesuai jadwal, hanya dengan meminta atau memastikan pada pihak muassasah (Maktab-Maktab) agar mengunci akses keluar dari areal perkemahan dan melarang Jemaah keluar tanpa lampu hijau ataupun persetujuan Amirul hajj maka tentu Jemaah otomatis tidak bisa kemana-mana.
“Muassasah merupakan lembaga swasta bawah Kementerian Haji Saudi Arabia, yang tugasnya mengkoordinir jemaah dari berbagai negara di dunia. Di bawah Muassasah terdapat lembaga-lembaga yang membawahi katering, transportasi, kawasan Arafah, Mudzdalifah, dan Mina (Armina), dan aspek teknis lainnya”. Setiap muassasah terdiri dari maktab-maktab yang membawahi 2.500-3.000 jemaah per maktab. Sebagai ujung tombak pelayanan kepentingan jemaah haji.