Mohon tunggu...
Dristy Aulia
Dristy Aulia Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

generasi anti sensasi, kejar prestasi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hitam Putih

30 Desember 2021   19:31 Diperbarui: 30 Desember 2021   19:37 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mila  menangis terisak. Di depan banyak orang yang menyaksikan, ia berikrar. Sembari menjabat tangan seorang yang disepuhkan. Sebut saja namanya Ibrahim. Terdengar lirih dua kalimat sahadat dari lisan gadis itu, disambut doa dan haru para saksi dan tamu. 

"Sekarang, kamu telah kembali fitrah," ucap Ibrahim sembari tersenyum manis.

"Terimakasih sudah menyelamatkan jalanku, Kak," ucap Mila, sembari menghapus air matanya. 

Suasana berubah menjad hari. Mila mendapat pelukan dan ucapan selamat dari beberapa wanita yang hadir di tempat itu. Sementara kaum pria, mulai menikmati hidangan yang tersedia.

Dari arah luar, tanpak seorang perempuan paruh baya datang tergesa-gesa. Lantas semua mata tertuju padanya. Tak terkecuali Mila, ia begitu terkejut, "Mama..." gumamnya. Wajahnya tanpak pucat seketika, ia berlari kecil berlindung di belakang tubuh kekar Ibrahim.

"Saya tidak akan berdebat dengan siapa pun di sini. Yang saya mau, kembalikan anak saya. Jika tidak, saya akan melaporkan ini ke pihak berwajib,"ucap wanita itu. Ia adalah Bu Ratna. Ibu kandung dari Mila.

Air matanya menetes perlahan, tak tertahan.

"Kami tidak menculik anak ibu, kami hanya menunjukan jalan yang lurus pada anak ibu. Silakan ibu duduk dulu, kita bicarakan bak-bak soal ini," pungkas Ibrahm dengan tenang. Semua orang di sana hanya menunduk seolah tak punya banyak daya.

Bu Ratna kembali meneteskan air matanya, ia mula terisak. "Keluarga kami keluarga bergama. Kami islam, kitab kami al-quran, nabi kami nabi Muhammad. Kami shalat, kami puasa, jakat. Kami sama seperti kalian Pak. Mengapa kalian perlu mebaiat anak saya dan memfonis kami yang bukan golongan kalian ini kafir? kenapa anak saya diislamkan kembali? kenapa Pak?" lirih bu Ratna. Tak siapa pun menghampirinya. Ia mash berdiri d ambang pintu, berharap anaknya kembali. Namun, Mila tanpaknya memilh untuk tetap tetap bersembunyi di belakang Ibrahim sembari menangis. 

"Silakan masuk dulu Bu, mari bicara baik-baik," ajak Ibrahim dengan sikap yang masih begitu tenang.

Dari sudut ruangan seorang perempuan berkata,"Jika ibu Islam, kapan bu bersyahadat? Siapa imam yang akan bersaksi bahwa Ibu islam? " Itu suara Fatimah. Ustadzah di kalangan orang-orang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun