Mohon tunggu...
Derio Sebastian
Derio Sebastian Mohon Tunggu... -

Jagal Ayam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lagu Sumbang Iwan Fals Nyata di Indonesia

9 April 2013   18:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:27 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sedih rasanya bila melihat dan mendengar banyak berita dan kejadian-kejadian buruk terjadi di negeri ini, mulai dari kasus korupsi, kekerasan, penyerangan, pengrusakan dan kasus minus lainnya. Kejadian itiu seperti barang jajaan di toko serba ada, entah itu dibidang hukum, ekonomi, sosial, politk  dan budaya, malah mungkin ada bidang lain yang tak disebut disini. Semua itu sepertinya sudah ditebak dijaman dulu dan terlihat nyata sekarang ini. Coba saja dengarkan nyanyian lagu berjudul 'sumbang' Iwan Fals nyata di Indonesia.

Peristiwa unjuk rasa mulai dari damai hingga anarkis di berbagai bentuk dan tempat, penyerangan di Lapas Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, kasus korupsi merajalela, dan seabrek peristiwa buruk lain.  Lalu yang menyedihkan lainnya ketika terjadi peristiwa kerusuhan akibat pilkada walikota di Palopo hari Minggu, 31 Maret 2013. Sedikit tidak puas, serbu, sedikit tidak cocok serang dan seperti yang pernah saya tulis pada artikel sebelumnya, bahwa bangsa Indonesia sekarang ini mudah marah dan diperalat oleh kepentingan-kepentingan sepihak. Peristiwa yang paling miris adalah tentang rencana berkibarnya bendera bulan bintang NAD, yang katanya sesuai dengan pernjanjian Helsinki dan akan disandingkan dengan bendera merah putih. Apapun alasannya, bangsa Indonesia sekarang sepertinya tidak jauh beda dengan lagu 'sumbang' Iwan Fals.

Sebagian syair lagu 'sumbang' yang nyata-nyata terjadi adalah: "Lusuhnya kain bendera dihalaman rumah kita, Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan, Banyaknya persoalan yang datang tak kenal kasihan, Menyerang dalam gelap..." Ya, sepertinya bendera merah putih yang diperoleh dan dijadikan simbol permersatu sudah lebih dari lusuh, bila ada bagian dari bangsa ini yang ingin menggunakan bendera baru sebagai simbol. Lalu salahkan mereka itu yang ingin mengganti kelusuhan simbol merah putih dan salahkah pendemo yang akhirnya anarkis?

Saya yakin, semua itu akibat dari rasa mangkel yang tersimpan lama dan bertumpuk-tumpuk, lalu ketika sedikit longgar dan terbuka maka meledak semua uneg-uneg. Situasi yang sangat mudah untuk dimanfaat oleh oknum tak bertanggung jawab demi memuluskan kepentingannya, hingga kerap mengadu bangsanya sendiri demi kepentingan antah barantah tidak jelas. Hanya segelintir peristiwa murni tanpa tanpa dalang, selebihnya bukan saja dalang tapi sutradara pun ikut serta 'sumbang'

Menurut beberapa sumber yang tidak disebutkan satu persatu, bahwa masyarakat Indonesia itu sebenarnya ramah dan tidak pernah neko-neko seperti sekarang ini. Saat ini begitu rentan konflik dan lari dari ciri khas bangsa yang aman dan damai. Sekarang ini bisa diistilahkan senggol bacok! Apa artinya kebebasan dari demokrasi, jika lambat laun bangsa Indonesia saling berhadapan dan saling merusak? Masa iya risiko perubahan demokrasi dari tahun 1998 hingga kini tidak selesai-selesai, bahkan makin kacau, terutama pada saat jelang pemilu dan pilkada. Jaman semakin maju tidak mungkin bangsa Indonesia tidak berubah lebih maju, kecuali memang diinginkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak suka dan membahayakan bila Indonesia itu damai.

Pada jaman dahulu pelaku kejahatan banyak, tapi sekarang lebih banyak lagi seiring kemajuan jaman. Dulu preman tidak berani terang-terangan dan terbuka, kalau masih ingin menghirup udara segar dipagi hari. Bagaimana tidak ngeri, saking berangnya waktu itu sempat ada penembak misterius (petrus). Maaf bukan berarti setuju, itu hanya gambaran ketegasan dan penyelesaian di jaman itu, meskipun melanggar HAM dan otoriter.

Apa yang ditakuti bila Indonesia ini bersatu, aman dan damai? Pastinya mereka yang berkepentingan, yaitu kepentingan si tuan tamak dan rakus tidak akan mudah menguasai isi perut kekayaan alam bangsa Indonesia. Nah, kalau kacau, tidak adil, dan sebagainya yang minus-minus pada rakyat Indonesia, ya pastinya mudah dimanfaatkan. Akhirnya demi tujuan tertentu mereka akan masuk dan bahkan dibalik kedok mulia seperti HAM. Tentunya kekacauan adalah celah masuk dalam menggapai tujuan mereka. Coba lihat bantuan IMF atau Hutang luar negeri lainnya, semua itu harus dibayar. Kalau tentram, damai dan sentosa, apa Indonesia perlu bantuan hutang luar negeri? Itu satu contoh dan banyak contoh lain yang ujung-ujungnya demi kepentingan mereka itu, entah itu oleh bangsa sendiri atau bangsa asing.

Sepertinya pembaca sudah tahu bagaimana Indonesia sekarang ini, mending kita dengar saja dan kita raba dimana hal nyata dari nyanyian 'sumbang' Iwan Fals itu pada kondisi bangsa Indonesia saat ini. Jika Lagu saja sudah bisa menebak kondisi bangsa ini, bagaimana kalau refferensinya itu pakai Alquran dan Hadist? Pusing ah! (rio)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun