Agric Care merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) Fakultas Pertanian dan Bisnis (FPB) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Tujuan diselenggarakan acara ini adalah agar para mahasiswa/i FPB UKSW dapat merasakan kehidupan keseharian yang dijalani oleh petani yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Acara ini dikemas dalam 3 hari, dimulai pada hari Jumat (18/01/19) hingga hari Minggu (20/01/19).
Pada tahun ini, panitia Agric Care mengangkat tema "Learning by Doing With Farmers" yang maksudnya adalah Kita dapat belajar bagaimana cara bercocok tanam dengan praktek langsung dengan para petani. Nantinya, para peserta yang sudah mendaftar akan dibagi kedalam beberapa kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang.Â
Peserta yang mengikuti kegiatan Agric Care sebanyak 80 peserta yang terdiri dari angkatan 2016, 2017, dan 2018. Mereka akan tinggal dirumah masing-masing petani sesuai pembagian. Lokasi yang ditetapkan pada tahun ini adalah di Dusun Selo Nduwur dan Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada tahun ini peserta akan tinggal dengan petani yang sudah menerapkan sistem pertanian organik. Kebetulan saya menjadi peserta dalam acara ini sehingga saya akan sedikit membagi pengalaman saat acara Agric Care. Pada hari pertama, sesampainya kami disana (sore hari), kami langsung diarahkan oleh panitia kerumah masing-masing petani.Â
Kami sangat disambut baik oleh petani yang menjadi pemilik rumah yang kami tinggal. Pak Abdul namanya, beliau sudah berumur 43 tahun dan memiliki istri yang bernama Parti yang berumur 38 tahun. Selain mereka berdua, yang tinggal dirumah tersebut juga ada anak mereka yang kira-kira masih berumur 4 tahun dan juga ada kakek dan nenek. Selain budidaya tanaman, Pak Abdul juga berternak kambing. Petani lain pun juga kebanyakan memiliki profesi yang sama dan bahkan ada yang berternak sapi.
Kegiatan yang kami lakukan pada hari pertama hanyalah bercerita, makan dan tidur. Berhubung cuaca yang sangat dingin karena lokasinya ada di dataran tinggi, kami pun tidak berani untuk mandi hingga esok hari.Â
Keesokan harinya, pada pagi hari kami sudah diberi sarapan. Kemudian kami diajak untuk ke lahan Pak Abdul yang tidak jauh dari rumahnya. Disana, kami menanam Bunga Kenikir di tepi lahan Pak Abdul yang berfungsi sebagai tanaman refugia (salah satu upaya dalam mengendalikan hama dengan cara yang alami). Setelah itu, kami melakukan perawatan tanaman berupa pemberian insektisida organik dan pencabutan gulma.
Komoditas tanaman yang dibudidayakan oleh Pak Abdul dengan total luas lahan sekitar 8000 m2 adalah bunga kol, sawi putih, seledri, kubis, selada, brokoli, wortel, kacang koro, labu siam, dan teh. Semua tanaman tersebut ditanam secara tumpang sari.Â
Permasalahan yang dialami oleh Pak Abdul dan para petani lainnya selama budidaya tanaman adalah hama yang menyerang (ulat), perubahan cuaca yang tidak menentu sehingga membuat hasil panen yang tidak masksimal, serta pemasaran yang belum maksimal sehingga para petani di desa tersebut terpaksa menjual di pasar tradisional dengan harga yang relatif murah. Jika diteliti, sebenarnya bertani secara organik lebih menghemat biaya modal dibandingkan bertani konvensional.Â
Hal ini dikarenakan semua perawatan yang dilakukan diperoleh secara gratis dari alam. Salah satu contohnya adalah pupuk yang dapat diambil dari kotoran hewan ternak.
Mereka juga selalu memasak kombor pada panci. Kombor adalah minuman untuk kambing yang dimasak dengan sisa-sisa bahan makanan. Hal ini dipercaya oleh mereka dapat menambah asupan gizi untuk hewan ternak mereka.