Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dikenang Bukan karena Gelar Profesor

15 Februari 2022   07:33 Diperbarui: 1 Maret 2022   22:27 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali beliau akan muncul di televisi, di Radio, di media online atau di media cetak. Selalu rajin share draf dan berargumen memancing pendapat. Sering share di group yang didominasi para dosen dan pakar pendidikan. Kadang beliau dengan rendah hati meminta masukan kepada anggota group. Inilah yang membuat penulis merasa kagum. Sering sekali  beliau share tulisan ke group sebagai bahan-bahan untuk dibawa ke ranah publik yang lebih besar termasuk ke gedung MPR-RI. Banyak kebijakan pemerintah yang dia sosialisasikan jauh sebelum di putuskan pemeribtah jadi peraturan yang mengikat.

 Semula terkesan  diskusi di group terasa seperti aneh, saat draf di kupas ngawang-ngawang. Alam pikiran dibawa ke alam masa yang akan datang. Tapi akhirnya jadi sebuah kebijakan yang kontroversi  juga. Sayangnya saat draf yang di edarkan itu jarang sekali menuai kontra. Rata-rata pembaca  hanya mengacungi jempol, atau basa-basi saja. Karena di group itu, semua pada sibuk dengan urusan masing-masing. Karena Draf yang di share profesor  kadang terlalu tebal.  

Beda lagi dengan Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, MA yang telah wafat Kamis, 29 Juli 2021, lalu.  Parasnya selalu terkenang karena murah senyum dan tampak awet muda. Dan rahasiah tentang hal itu dia tuliskan di media online "kumparan" dia kupas secara ilmiah. Banyak sekali tulisannya masih dapat kita nikmati di berbagai media. Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, MA. mulai sangat sulit ditemui penulis, tatkala beliau sibuk menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Tiba-tiba  penulis di kejutkan saat membaca kabar di group WA tentang sakitnya beliau, memerlukan donor darah.

dokpri
dokpri
Padahal selama itu tampak jarang sakit. Dan sesibuk apapun beliau, selalu tampak tersenyum dengan ramah. Seolah tidak pernah sakit. Rahasiah awet mudanya  beliau tuliskan. Tulisannya banyak beredar di media online, yang sering juga beliau cetak dalam bentuk buku. Dan hal inilah yang sedang penulis tiru. Seperti tulisan yang anda baca saat ini, terus  penulis revisi setiap ada kesempatan. 

Kritikan  Prof Muchlis yang paling pedas diantaranya tentang calon peraih Nobel dari perguruan tinggi yang selalu gembar gembor sebagai perguruan tinggi yang membuka "Word Class University". Argumen beliau tentang hal inilah  yang paling penulis sukai. Akhirnya iklan perguruang tinggi yang memasang nama itu, menghilang dari peredaran.

Banyak tokoh bergelar Profesor yang saya kagumi. Tapi yang saya tuliskan ini, bukan karena gelarnya. Keunikan yang dianggap berbeda dengan sosok lainnya.  Sosok perilakunya membekas di hati, bukan karena gelarnya.  Hanya individu yang bisa ditinjau dari sudut pandang lain yang di paparkan di sini. Banyak berkarya dalam senyap namun rutin dan melekat pada perilaku keseharian(DN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun