Tak perlu berharap mendapatkan penghargaan, atau sanjungan. Cukup bekerja saja dengan keikhlasan. Tapi jika tiba-tiba ada yang memberikannya patut di syukuri saja. Walau penulis 2 kali mendapat undangan dari NCGU (konon dari P.Tinggi  di USA) untuk mendapat  gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang karya tulis. Memang saat itu  penulis sempat datang di kantor mereka yang saat itu berlokasi di Depok.  Dan sempat menyaksikan deretan nama pejabat dan para tokoh ternama terpampang di sana.
Lain cerita, belakangan di akhir Tahun 2021, penulis mendapatkan surat undangan lewat Pak Saronto (stap wakasek SMAN1 Setu). Dalam surat undangan tertulis masuk dan berhak mendapatkan  penghargaan 10 besar Indonesia Emas. Lagi-lagi mengapa di tolak? (Menjadi rahasiah pribadi)
Pujian atau sanjungan  dari luar negeri, bentuknya bisa berupa kata-kata lisan, atau berupa penghargaan tertulis. Hal demikian, sering kita saksikan. Diantara yang pernah kita saksikan akan di uraikan sebagian kecil saja  di sini. Salah satunya adalah The City Mayors Foundation yang saat itu menempatkan Joko Widodo (Jokowi), mantan Walikota Surakarta, berada di urutan ketiga dalam pemilihan walikota terbaik dunia "World Mayor Project 2012."
 Akhirnya pasca berita itu berlalu, memuluskan beliau ke kursi Kepresidenan.
Dengan sendirinya dunia pendidikan di Indonesia mengalami perubahan konsep. Perubahan konsep itu, sesungguhnya terjadi di setiap kali pergantian mentri. Tentu saja mengikuti arah politik pemegang kebijakan yang berkuasa sesuai jamannya. Seperti sekolah penggerak dan merdeka belajar salah satu program dimasa jabatan Mas Mentri Nadiem Makarim. Yang akan menjadi syarat bagi calon Pengawas dan Bakal Calon Kepala Sekolah (BCKS).Penghargaan dari luar negeri lainnya, yang mengubah tatanan di NKRI, ditujukan  untuk Carlos Filipe Ximenes Belo yang saat itu seorang uskup Katolik Roma yang bersama dengan José Ramos Horta menerima Penghargaan Perdamaian Nobel 1996. Hal ini membuat repot pemerintahan Indonesia. Kita ketahui sejatinya penghargaan Nobel (bahasa Swedia) adalah penghargaan yang diberikan secara tahunan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia, Akademi Swedia, Institut Karolinska, dan Komite Nobel Norwegia kepada individu dan organisasi yang membuat jasa-jasa menakjubkan. Lalu bagaimana realisasi penghargaan Nobel dalam hubungannya dengan Belo & Haorta ?
Menurut penilaian mereka usaha Belo & Haorta, saat itu, dianggap "menuju penyelesaian yang adil dan damai atas konflik di Timor Timur."Akhirnya mayoritas penduduk Timor Leste termakan propaganda hingga harus memisahkan diri dari NKRI. Walau kini sangat menguntungkan Indonesia dan Timor Leste menjadi negara termiskin di dunia. Banyak penyesalan dari warga Timor Leste mencuat kepermukaan dewasa ini. Namun pemerintah Indonesia mengabaikannya. Sudah tak tertarik lagi, karena masih banyak pulau yang lebih sexy untuk dibangun ketimbang menengok masa lalu yang penuh duri.
Lalu bagaimana dengan reaksi pemberi penghargaan itu? Dampak penghargaan dari luar negeri sangat terasa dari kedua peristiwa di atas ini. Mengubah kebijakan dalam dan luar negeri, bahkan lepasnya provinsi tertentu. Seperti Timor Leste. Justru kini patut diduga penghargaan semacam itu, sedang mengincar Papua. Namun tampaknya tidak ada tokoh yang layak diberikan penghargaan semacam itu. Walau upaya propaganda segelintir orang di luar negeri, terus gencar secara sporadis dilakukan.
Dalam bidang arsitektur, Romo Mangunwijaya, mendapat penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur, yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan permukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Pengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada ini, akhirnya berhasil menghentikan langkah pemerintah Yogyakarta menata ulang pemukiman Kali Code, sesuai konsep pemerintahan setempat. Belakangan pembenahan pedagang kaki lima di sekitar Kali Code pasca tiadanya Romo Mangunwijaya mulai ada riak-riak. Karena pemerintah setempat, memang punya kewajiban.
Bagaimana dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ? Masyarakat mengetahui, dia pernah masuk dalam jajaran pahlawan transportasi dunia atau Heroes 2021. Penghargaan ini diberikan oleh Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI). Bukan hanya itu saja, Anies Baswedan juga pernah meraih penghargaan Gubernur Terbaik, Best Governor for Inclusive Economic Growth dari ajang People of The Year 2021 Metro TV. Disamping pernah mendapat penghargaan dari KPK. Apakah semua itu, akan berdampak pada jenjang karier Tahun 2024 ?
Perlu diingat, semakin tinggi pohon menjulang, sering mengundang dan menggiring badai. Banyak sekali pohon bertumbangan karena hal itu. Seperti Tahun 2017, yang dialami politikus Partai Golkar Pak Pepen  pernah mengantongi piagam dari Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai tokoh yang dinilai berperan dan berkomitmen tinggi dalam melindungi dan menjamin hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Kota Bekasi. Kemudian, pada 2020, ia menerima piagam penghargaan sebagai tokoh toleransi 2020 dari Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki). Kini di tahun 2022, beliau di giring KPK.
Giring menggiring sudah biasa dalam dunia politik. Dari mulai menggiring kambing hingga menggiring opini. Hiruk pikuk pro dan kontra atas celaan dan penghagaan itu, merupakan hal biasa di alam demokrasi. Yang utama itu, jangan sampai lahirnya perpecahan. Sanjungan atau penghargaan, bisa jadi tiket masuk menuju kesuksesan.  Namun tidak selalu menjadikan sebuah jaminan baik, untuk  masa depan NKRI. Apalagi jika penghargaan itu datangnya dari luar negeri yang sering ada ekornya.