Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Giring Ganesha & Dilema Kurikulum Sekolah Penggerak yang Bergerak-gerak

29 Desember 2021   14:22 Diperbarui: 1 Januari 2022   13:21 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembahasan Sekolah Penggerak (SP)/dokpri

Seperti pada saat pemberlakuan KTSP semuanya harus mengacu pada setandar SNP dan tujuan pendidikan nasional. Menyangkut standar isi, standar proses, penilaian, dst. Hal ini juga bukan merupakan hal baru. Mungkin saja istilahnya menggunakan bahasa yang berbeda. Agar saat sosialisasi lebih bergairah. Setiap guru SP mengikutinya dengan khusyu penuh harapan besar. Namun sering dirongrong berita yang tidak mengenakan. Seperti halnya pidato Giring yang dianggap merusak kenyamanan ini. Padahal kini saatnya membangun bangsa ini dengan penuh kesantunan. Agar tenang dalam menjalankan roda pemerintahan.

Apalagi kenyataannya, saat ini pemerintah baru menyediakan contoh kurikulum nasional SP. Walau contoh yang disediakan itu masih sangat sederhana. Dari mulai struktur kurikulum, capaian pembelajaran, dan prinsip pembelajaran. Diwacanakan akan ada nara sumber yang terus memantau dan datang di sekolah termasuk memantau guru  SP. Harapan itu hangus ketika medsos di gawai menayangkan pidato Giring. Ketenangan itu mulai terusik kembali. Padahal persangan pilpres yang sangat sengit kemarin saja, sudah reda. Apalagi semua kubu sudah kompak untuk membangun bersama-sama.

Dalam kurikulum SP, Semuanya akan  dikembangkan lewat visi dan misi pendidikan sekolah penggerak yang mengacu pada karakteristik peserta didik, konteks, dan kebijakan lokal. Dan ini memerlukan perjalanan yang sangat  panjang. Jika suhu politik terus berubah-ubah  maka tumbuhnya tanaman akan tidak sebaik yang diharapkan. Untuk itu, semua pihak harus menahan diri. Karena rakyat mayoritas sudah terlalu capek. Rakyat mayoritas ingin tenang membangun. Khususnya dalam  bidang pendidikan.

Semua SP harus punya "Kurikulum operasional di satuan pendidikannya" yang merupakan karakteristik sekolah tersebut. Jika dahulu KTSP terdeteksi banyak sekali yang menggandakan berkas kurikulum meniru dari sekolah lain. Dalam kurikulum SP hal demikian jangan sampai terjadi lagi (copy paste). Diduga hal itu terjadi karena masalah waktu. Tergesa-gesa karena keterbatasan itu. Kini era pemerintahan pak Jokowi sudah hampir berakhir, terasa  suhu politik mulai berubah-ubah. Padahal kurikulum SP baru mau di uji coba.


Terdengar bisik-bisik bahwa aturan pelarangan copy paste itu sudah diberlakukan sejak di KTSP. Tinggal terobosan penyelenggara SP akan melakukan stategi bagaimana? Agar tidak terulang seperti hal di atas itu. Masalah waktu dan Iklim harus di jaga agar tanaman itu tumbuh dengan subur(DN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun