Mohon tunggu...
drg Indah Mardiyah Hayati
drg Indah Mardiyah Hayati Mohon Tunggu... Dokter - dokter gigi di Puskesmas Brondong Kabupaten Lamongan, surveyor akreditasi Puskesmas pada LPA KMKP, Mahasiswa magister Hukum Kesehatan Universitas Hangtuah Surabaya

hobby silaturrahmi, bertemu saudara dan teman, wisata kuliner, membaca tentang berita2 hangat life style, politik, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Bullying, Kesehatan Mental, dan Tanggung Jawab Hukum pada Anak

5 Oktober 2023   10:36 Diperbarui: 5 Oktober 2023   11:36 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bullying tanggung jawab siapa?

Fenomena bullying pada anak usia sekolah adalah masalah berat yang perlu  menjadi perhatian, khususnya pemerintah. 

Baik korban maupun pelaku adalah pribadi yang perlu diselamatkan. Karena  pelaku dan korban adalah anak-anak yang seharusnya masih dalam pengawasan orang tua.

Terbaru kasus Cimanggu seorang anak yang melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya hanya gara-gara mengaku sebagai anggota kelompoknya.

Mengapa sedemikian rapuh tata kelola emosi anak? Secara psikologis dan hukum ini menjadi pekerjaan rumah yang amat panjang. Banyak pihak yang perlu berbenah agar anak-anak dimasa datang adalah anak-anak yang kuat baik fisik maupun mental.

Beberapa kasus lain tentang bullying yang viral belakangan. Seorang siswi sekolah dasar (SD) di Menganti, Gresik, Jawa Timur (Jatim), mengalami kebutaan permanen usai dicolok dengan tusuk bakso. 

Diduga pelaku yang merupakan kakak kelas di sekolah korban melakukan aksi disertai pemalakan pada September 2023. Siswi Sekolah Dasar kelas 6 yang tewas usai jatuh dari lantai 4 gedung sekolahnya di wilayah Pesanggrahan, Jakarta Selatan diduga karena bullying juga oleh teman-temannya. 

Ada lagi siswa Sekolah Dasar kelas 2 di Malang Jawa Timur harus menjadi korban bullying oleh kakak kelasnya sampai tak sadarkan diri dan koma pada November 2022

Bullying dalam bahasa Indonesia disebut perundungan merupakan bentuk penindasan atau kekerasan, yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau kelompok yang lebih kuat. 

Latar belakang perilaku bullying pada anak sekolah seringkali karena  kebiasan senior untuk menghukum yunior-nya, adanya perasaan dendam atau iri hati, adanya semangat untuk menguasai korban dengan kekuatan fisik. 

Hal ini menjadi lebih berat bila diiringi dengan pengaruh ekonomi, lingkungan, pola asuh, tayangan tv, tontonan di media sosial dan permainan game pada gawai yang cenderung kontennya tentang kekerasan. 

Dampak bullying bagi korban yang paling sering terjadi adalah memicu masalah kesehatan mental, seperti gangguan cemas, depresi, hingga post-traumatic stress disorder (PTSD), yang tentunya mengganggu prestasi akademiknya. 

Pengaruh bullying terhadap kesehatan mental ini biasanya dialami oleh korban dalam jangka waktu panjang. Tak hanya korban, bullying juga berisiko menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya. 

Adapun dampak dari bullying bagi pelaku adalah gangguan emosi, penurunan prestasi akademik, Memiliki pemikiran atau keyakinan kriminal hingga ia dewasa, beresiko.mejadi pecandu alkohol, sulit mendapatkan pekerjaan bila dewasa, berisiko menjadi pelaku kekerasan dalam lingkungan sosial dan rumah tangga (KDRT).

Untuk itu pemerintah, masyarakat  dan orang tua harus bahu membahu melakukan langkah-langkah sebagai berikut: pertama yang kita bisa lakukan adalah sosialisasi tentang bullying baik itu di sekolah maupun di lingkungan rumah dengan cara komunikasi dalam keluarga.

Kedua, menciptakan budaya anti bullying pada remaja di sekolah dengan menjaga solidaritas dan kebersamaan yang sehat melalui kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang positf.

Ketiga, meningkatkan harga diri anak, dan keempat mengajarkan kepada remaja cara menghadapi bullying tepat dan tegas sehingga anak/remaja tidak mudah diintimidasi.

Kasus bullying pada anak sekolah perlu mengedepankan restorative justice terhadap pelaku yang berstatus anak berhadapan dengan hukum, juga menyarankan pengawasan optimal dari semua instansi terkait. 

Dalam kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku, harus berpedoman pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya; bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan. Pasal 80 UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan ancaman hukuman 3,5 Tahun.  

Selain Pasal 80 UU SPPA, Para Pelaku dijerat dengan pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Pasal tersebut diterapkan bila aksi bullying yang dilakukan oleh para pelaku menyebabkan korban alami luka-luka yang menjadi bukti. Bahkan bila korban harus mendapatkan perawatan yang intensif di rumah sakit. 

Mengingat dampak yang sangat merugikan baik bagi pelaku dan korban maka mari STOP PERILAKU BULLYING PADA ANAK, tingkatkan kewaspadaan terhadap pergaulan anak dan support selalu anak-anak untuk berkembang secara fisik dan mental secara sehat.

Oleh : drg. Indah Mardiyah Hayati
Dokter gigi di Puskesmas Brondong Kabupaten Lamongan, Surveyor Puskesmas LPA KMKP, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Hangtuah Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun