Mohon tunggu...
Drestanto Muhammad Dyasputro
Drestanto Muhammad Dyasputro Mohon Tunggu... Programmer - IT Practitioner

I have 3+ years of experience in IT. I can create software from scratch and manage IT team. I am a lifelong learner, and really enjoy acquiring knowledge

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pentingnya Pengetahuan HRM untuk Entrepreneur

18 Desember 2022   20:04 Diperbarui: 18 Desember 2022   20:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp


Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti kelas yang berjudul "SUSTAINABILITY HUMAN RESOURCES MANAGEMENT: STRATEGY, CHALLENGES, AND BEST PRACTICES". Kelas yang sangat bermanfaat oleh Bu Dr. Zuraina Binti Dato' Mansor. Biarpun kelas ini terlihat seperti kelas untuk praktisi HRM, namun, sebenarnya kelas ini sangat bermanfaat bagi entrepreneur.

Mari kita buka dengan sebuah quotes:
"The greatest leader is not necessarily the one who does the greatest things. He is the one that gets the people to do the greatest things."

Saya sangat setuju dengan quotes ini. Kita sebagai entrepreneur tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Kita butuh tim, kita harus melakukan delegasi tugas, kita tidak hanya memimpin, namun juga membentuk pemimpin baru.
Dalam dunia HR, ada satu hal yang saya percayai. Memang kita tidak bisa membuat program-program yang keren seperti departemen lain, namun kita membentuk orang yang bisa membuat program tersebut.


Saat ini, dunia telah dilanda kondisi pandemi karena Covid-19. Akibatnya, banyak trend ataupun data yang bergeser haluannya. Dalam bidang HRM, terdapat data:
1. Employment of HRM grow by 6%
2. Automation is important
Selain itu, terdapat trend baru yang saat ini sangat marak yaitu "Remote Work Model"

Apa artinya? Dunia HR ini berkembang karena kebutuhan talent juga berkembang. Namun, arah perkembangannya tidak seperti perkembangan yang yang biasa. HR berkembang ke arah inovatif dan digital. Hal ini perlu diwaspadai, karena membangun suatu organisasi harus mewaspadai ombak yang ada. Kita tidak dapat melawan ombak yang ada, apalagi membuat ombak sendiri. Waspada dan naikilah ombak yang ada.

Peningkatan kebutuhan HRM harus ditangani dengan menganalisis "list of needs" pada organisasi kita. tentunya, list yang berkaitan dengan HR berkembang setiap tahunnya (karena menurut data, memang kebutuhan HRM mengalami peningkatan). Selain itu, kita perlu membiasakan diri dengan tools-tools yang dapat mengotomasi kegiatan HRM. Seperti trello, Jira, yang bisa self-organized dibanding harus meng-assign seorang HRM. Kita pun harus terbiasa dengan gaya kerja saat ini yaitu remote work. Ada kalanya, talent kita yang jauh lebih impactful dibanding yang hadir di kantor. Kebiasaan telah bergeser, hal-hal semacam ini harus diwaspadai dan ditindaklanjuti.

Akibat covid, terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan HRM
Covid Effect:
1. Kebiasaan WFH
2. digitizing relationship
3. risk of layoff

Kebiasaan WFH harus dioptimalkan, relasi kita jalin secara digital. Tapi, apakah hal ini akan mengurangi ikatan batin kita? Masalah ikatan antar manusia itu tidak ditentukan dari jarak ataupun bertemu (langsung)nya seseorang. Namun dari manfaat mutual yang saling diberikan. Tentu saja, kita butuh skill untuk menjalin relasi. Skill-skill untuk menjalin relasi maupun melakukan pekerjaan secara online adalah kemampuan yang baru di era ini. Kita harus membiasakan diri dengan skill-skill baru ini di sekitar kita.

Tentu saja, adanya ombak yang baru tidak selalu berarti baik, dan tidak selalu berarti buruk. Sisi baiknya adalah kreativitas dan inovasi yang sangat cepat dan berkembang pada masa-masa ini. Organisasi lebih terbiasa, tidak hanya untuk mengerjakan tugasnya, namun juga mendisrupsi kebiasaan dengan inovasi-inovasinya yang baik. Sisi lainnya, para employee sulit me-mantain work-life balance. Hal ini karena kebiasaan kerja di rumah menyebabkan tidak ada batas antara bekerja dan istirahat.

Dari sisi buruk, timbul suatu data yang angkanya meningkat:
69% pekerja merasakan "burnout"
Burnout ini memang hal yang sudah lama terjadi. Namun, angka 69% ini angka yang cukup tinggi sebagai jumlah pekerja yang burnout. Apa langkah yang dapat kita lakukan? Tentunya, kreativitas dan inovasi harus berperan dalam menyelesaikan masalah ini. Beberapa cara kreatif dilakukan perusahaan-perusahaan yang inovatif:
1. libur tambahan
2. 10% jam kerja untuk "proyek baru"

Libur tambahan dinilai sebagai investasi yang baik, karena ternyata meningkatkan produktivitas. Logikanya, hal ini sama dengan tidur yang cukup. Mungkin akan mengurangi waktu kita berkegiatan/bekerja, namun ternyata justru lebih produktif apabila kita istirahat yang cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun