Kau saksi bisu
Kala saksikan kekasih merana karena janji palsu
Kala pangeran didaulat lalu terhenyak lesu
Kala tamu dipaksa meneguk racun bercampur madu
Hanya Tuhan-lah tempat mengeluh dan mengadu
Dialah sumber cinta dan muara rindu
Mendengar syair pilu itu, Zainab lari menghampirinya seraya memekik sedih, "Saudaraku, oh seandainya kematian datang menyambarku.. Biarlah maut merenggutku agar tak kusaksikan bencana ini!! Angin kencang menerpa wajah Zainab yang sembab. Al-Husain dengan lembut mengelus kepala adiknya sambil menghiburnya, "Adikku, jangan biarkan setan melenyapkan ketabahanmu! Seluruh penghuni dunia pasti akan berhenti pada titik terakhir kehidupan. Kakek dan ayahmu, meski manusia-manusia sempurna, juga mengalaminya. jangan mangoyak-oyak baju dan menarik-narik rambut karena kematianku." Al-Husain menuntun Zainab menuju kemahnya. Para peserta kafilah sibuk menyalakan api unggun dan mendirikan tenda-tenda dalam jarak yang berdekatan.
Sementara itu, di Kufah, Ubadillah menunjuk Umar bin Sa'd bin Abi Waqqash sebagai panglima pasukan terdiri atas lima ribu tentara yang dikerahkan untuk mengepung dan memaksa Al-Husain dan kafilahnya untuk mengakui Yazid sebagai pemimpin. Debu-debu mengepul menutupi udara. Umar bin Sa'd dan pasukannya meninggalkan halaman istana Ubaidillah bin Ziyad menuju Nainawa. Pesta perburuan segera dimulai!!
Sejarah menggelar drama nyata…
“Pesta darah” di penghujung Dzil Hijjah…
Bumi tandus tampilkan konvoi “Duka Bencana”…