Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Apa Ruginya kalau Mahasiswa Tidak Mengerjakan Skripsi secara Mandiri?

11 Mei 2023   22:26 Diperbarui: 12 Mei 2023   15:41 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skripsi menjadi salah satu bentuk tugas akhir penentu kelulusan bagi mahasiswa sarjana Strata 1 ( S1). Proses penyusunan hingga sidang skripsi kerap menjadi momok bagi mahasiswa. Walau banyak tips dan informasi tentang cara mengerjakan skripsi.

Hal tersebut terjadi, terlebih bagi mahasiswa yang tidak siap dengan dasar-dasar penelitian atau penulisan karya ilmiah sehingga mahasiswa seperti ini menjadi pesimis, kemudian menyerahkan tugas sakral ini kepada pihak lain. Oleh sebab itu, perlu motivasi tambahan, bahwa skripsi bermanfaat bagi mahasiswa, bukan hanya sekadar formalitas kelulusan.

Menurut pengamatan saya, setidaknya ada 5 hal yang dapat menjadi kerugian mahasiswa, jika mereka menyerah dan meminta orang lain untuk mengerjakan tugas skripsinya. Baik dengan membayar "joki" maupun minta tolong kepada teman sendiri.

1. Kehilangan momen menjadi mahir untuk pengaplikasian MS Word

Mahasiswa yang mengerjakan skripsi sendiri akan mendapatkan pengalaman teknis dalam hal pengoperasian perangkat lunak pengolah kata seperti Microsoft Word. Mahasiswa banyak belajar tools-tools penting di komputer, laptop, beserta aplikasi MS Word salah satunya ketika mereka mengetik skripsi.

Banyak mahasiswa yang beruntung karena mengerjakan skripsi mereka sendiri. Mereka mengalami pendalaman dan perkembangan keterampilan teknis mengoperasikan MS Word untuk membuat grafik, mengetik dengan format ideal, menyusun power poin menarik, hingga mencetak atau print naskah.

Keterampilan atau skill tersebut kemungkinan besar akan berguna di dunia kerja mereka. Coba saja pikirkan, apakah ada perkantoran di zaman ini yang memprioritaskan menerima lulusan yang gagap teknologi (gaptek)? Tentu mereka lebih memilih yang berketerampilan teknologi.

Bayangkan saja, jika kamu mendapat pekerjaan di kantor di bidang administrasi namun kamu tidak tahu bagaimana caranya menulis surat dengan MS Word? Bahkan kamu tidak mamu mengeprint data karena kamu belum pernah belajar dengan intens ketika di sekolah dan di kampus.

Kalau mahasiswa mengerjakan skripsinya secara mandiri maka di dunia kantor atau pekerjaan, mereka tidak harus belajar ulang untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana yang berkaitan dengan laptop, komputer dan perangkat lunak MS Word. Sebab, tugas Skripsi telah menjadi momen bagi kamu untuk bergaul dengan perangkat-perangkat tersebut dengan intens.

2. Kehilangan pengalaman bersikap taktis

Mahasiswa yang mengerjakan skripsi harus melalui sejumlah hambatan yang datang dari diri sendiri maupun dari luar. Hambatan dari dalam diri misalnya berupa rasa malas, pesimis, hilangnya motivasi belajar. Hambatan dari luar diri misalnya berupa keterbatasan waktu, tekanan dari kehendak dosen, juga rumitnya "rules" penyusunan skripsi.

Mahasiswa yang berhasil melalui hambatan tersebut akan mengalami pertumbuhan pikiran. Bagaimana memanfaatkan waktu agar tidak tertinggal seminar proposal. Bagaimana memaksimalkan waktu agar tidak tertekan deadline. Sehingga kamu jadi terbiasa mengerjakan sesuatu walau di bawah tekanan.

Siasat atau pun strategi taktis yang ditemukan ketika mengerjakan skripsi itu membentuk mahasiswa untuk terbiasa mengatasi masalah dalam jangka waktu terbatas. Di dunia pekerjaan, kamu pun akan terbiasa taktis menuntaskan tugas yang menjadi tanggung jawabmu.

Salah satu cara berpikir untuk bertindak taktis adalah dengan berpikir sistematis. Dalam proses penyusunan skripsi, mahasiswa terdidik untuk merumuskan masalah dan mempermasalahkannya, lalu menuntaskannya secara runtut.

3. Kehilangan kesempatan mengembangkan cara berpikir sistematis

Cara bersikap statis tersebut, didapat oleh mahasiswa salah satunya ketika mereka menerapkan sistematika dan tradisi karya tulis ilmiah. Dari latar belakang masalah, pembahasan atau penyelesaian, hingga kesimpulan atau penutup, akan membentuk cara berpikir mahasiswa yang rapi dan tepat sasaran.

Mereka terdidik untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan pokok-pokok persoalan, sesuai konteks dan kebutuhan untuk problem solving. Ada banyak persoalan di dunia nyata (bukan hanya di kampus) yang perlu pemikiran efektif. Termasuk di dunia pekerjaan (kantor) atau pun dunia bisnis, yang butuh pemikiran yang sistematis untuk menyusun strategi penyelesaian masalah.

Mahasiswa yang tidak mengerjakan skripsi secara mandiri kehilangan momen untuk terbiasa berpikir sistematis. Jika dihadapkan pada banyak masalah. Mereka akan cenderung mudah bingung, untuk memutuskan persoalan atau pekerjaan mana yang harus diidahulukan. 

Penting juga untuk diketahui, jika dunia pekerjaan di era ini cenderung membutuhkan individu yang "multitasking". Mereka yang mampu mengerjakan banyak persoalan atau pekerjaan dengan efektif dan tepat tentu akan menjadi idaman dunia perkantoran.

4. Kehilangan pengalaman berkomunikasi dengan orang dewasa

Mahasiswa mengalami bagaimana rasanya asam manis drama bimbingan skripsi. Jika mahasiswa tidak mengalami ini, maka mereka kehilangan momen yang dapat membuat mereka terbiasa berkomunikasi dengan orang yang lebih dewasa.

Mahasiswa yang tidak mengerjakan skripsi secara mandiri akan kehilangan kesempatan untuk berlatih menghargai masukan dari orang lain yang secara menetal dan usia berada di atas mereka, seperti dosen pembimbing dan dosen penguji.

Tentu ada bedanya, antara berkomunikasi dengan kedua orangtua kandung dan berkomunikasi dengan kedua dosen pembimbing. Belum lagi, terkadang dosen pembimbing beda pandangan dengan mahasiswa. Maka, mahasiswa haru mengalah, dan bijak memahami apa yang menjadi kehendak dosen pembimbing.

Umumnya, mahasiswa memiliki dua dosen pembimbing. Kerap kali kedua dosen pembimbing ini memberi arahan yang bertentangan. Mahasiswa harus berkomunikasi dengan tepat untuk melewati dua pendapat yang berlainan dan bahkan bisa bertentangan, agar proses pengerjaan skripsi berjalan lancar. 

Jangan mahasiswa mengerjakan hingga bab 4 tapi dosen pebimbing tidak menghendakinya dan meminta untuk mengerjakan kembali.

Dunia perkantoran atau pekerjaan memiliki keadaan serupa. Mahasiswa baru lulus atau fresh graduate akan masuk ke lapangan kerja yang cenderung terisi oleh rekan kerja yang lebih dewasa. Bahkan, kemungkinan besar dipimpin oleh atasan yang jauh lebih dewasa usianya. 

Maka, pengalaman berkomunikasi dengan dosen di kampus akan memudahkan mahasiswa ketika berhubungan kerja dengan orang-orang yang lebih dewasa nantinya.

5. Kehilangan momen penting mendalami ilmu pengetahuan yang digeluti

Mahasiswa yang telah lulus dari program studinya kemungkinan besar akan menggeluti pekerjaan yang sejalan dengan disiplin ilmu yang mereka pelajari di kampus. Walau ada pula mereka yang berkarier di luar bidang studinya. Akan tetapi, bagi mereka yang mengerjakan skripsi secara mandiri akan jauh lebih mendalami bidang ilmu yang digelutinya.

Proses pembelajaran di kelas tidak cukup membuat kita "ahli" atau benar-benar menguasai bidang ilmu yang kita pelajari. Menurut saya, momen terbaik bagi mahasiswa untuk belajar efektif adalah ketika mereka mengerjakan skripsi. 

Banyak teori, fakta, dan pengetahuan-pengetahuan baru yang ditemukan ketika mahasiswa mengerjakan skripsi. Sebab, mahasiswa dituntut untuk membaca berulang kali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek kajian bidang keilmuan yang dipilihnya. 

Jika seorang guru Bahasa Indonesia telah mengerjakan skripsi tentang karya sastra cerpen misalnya, nantinya mereka akan sangat mudah mengeksplorasi materi pembelajaran ketika mengajar di kelas. 

Berbeda dengan yang tidak melakukan penelitian atau penyusunan skripsi tentang cerpen, mereka perlu belajar lebih untuk mendalami ulang materi-materi yang terkait dengan cerpen. 

Kelima hal tersebut saya identifikasi berdasarkan pengalaman langsung secara personal dan pengamatan terhadap lingkungan sekitar. 

Pada dasarnya, kerugian yang paling besar jika mahasiswa tidak mengerjakan skripsi secara mandiri adalah 'kerugian integritas". Sebab, skripsi memang harus dikerjakan sendiri, sehingga mahasiswa dapat dinyatakan lulus, dan bangga karena merasakan lulus kuliah secara "gantle".

Marendra Agung J.W

8 Mei 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun