Barulah lima tahun kemudian, sensasi "tongkrongan" itu saya temukan secara langsung ketika duduk lama-lama di kampus, bersama kawan-kawan selepas kuliah. Anak muda, mahasiswa, di ibu kota, dengan segala keusilan pikiran dan sikapnya pun tak membuat saya kaget. Betapa saya merasa beruntung sebagai remaja yang sempat menikmati siniar radio.Â
Kehadiran radio persegi hitam di kamar saya itu bukan sekadar menemani dan meramaikan, namun juga memantik kedewasaan. Dari momen itu saya terbawa pada pengalaman "mendengarkan". Suatu aktivitas yang kemudian menjadi salah satu kompetensi penting dalam komunikasi sosial dan juga literasi.Â
Kini radio persegi hitam hampir tak pernah saya hidupkan. Fungsinya mulai beralih menjadi pajangan. Ponsel pintar memang telah hadir menjawab semua kebutuhan media informasi dan hiburan.Â
Masuk akal jika tidak sedikit stasiun radio berhenti mengudara. Akan tetapi, kenyataan itu belum tentu menandakan bahwa radio sudah tidak relevan untuk zaman ini. Karena tanpa saya sadari, belakangan ini saya tetap mendengarkan suara radio berbunyi setiap pagi, dari bengkel motor yang baru buka, di sebelah rumah.Â
Marendra Agung JW. 8/12/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H