Bel sekolah baru saja berbunyi. Cipruy amat lega tiap kali mendengar suara ini. Cipruy sudah berjanji kepada Kepin untuk bertemu di muka sekolah untuk pulang bersama. Rumah mereka tidak jauh, hanya terpaut oleh dua gang. Mereka kerap kali berkangkat dan pulang sekolah bersama, dengan berjalan kaki.
Siang ini, ada yang tidak biasa pada perjalanan pulang mereka. Saat kedua remaja ini sudah menginjak gerbang permukiman tempat tinggal mereka, si Cipruy memilih jalur yang berbeda dari biasanya. Walau jumlah uang jajan Cipruy separuh dari banyaknya uang jajan si Kepin, namun Cipruy cukup dermawan. Saat perjalanan pulang Cipruy kerap kali mentraktir Kepin es kenyot.
" Kenapa lewat sini, Pruy?" Tanya Kepin kebingungan.
Kepin juga merasa ada yang disembunyikan oleh Cipruy. Tampaknya Cipruy tidak hanya membeli es kenyot di warung pinggir jalan tadi. Â Diam-diam Cipruy juga membeli sesuatu yang lain. Â
" Sudah ayo ikut saja, ini seru," jawab Cipruy.
Cipruy melangkah menelusuri sudut jalan, lalu mememanjat ke atas tanggul sungai, dan si Kepin  pun membuntutinya. Tanggul sungai itu amat panjang dan juga besar, bagai ular raksasa yang membelit tepian jalan di wilayah  permukiman tempat tinggal mereka. Dari atas tanggul, Cipruy mestinya dapat melihat anak-anak bermain bersama di lapangan warga yang berada di seberang sana.
"Kok sepi ya?" Gumamnya pelan. Â
Cipruy mengenang masa SD, yang baru saja ia tinggalkan 2 tahun silam. Saat itu, tidak peduli cuaca panas atau pun hujan, di lapangan itu selalu ramai dengan anak-anak sebayanya, Â yang mampir sejenak selepas pulang sekolah. Ada yang sekedar bermain, kelereng, atau juga sepak bola.
" Anak-anak sekarang mungkin lebih seneng main ke rental PS Â kayaknya ya Srul." Sahut Kepin.
Siang ini Cipruy hanya melihat sibuknya kuli bangunan di sebagian lahan lapangan. Sepertinya akan dibangun rumah sewa kontrakan di sana, pikirnya. Kemudian Cipruy berpaling dan memunggungi lapangan kampung, aliran sungai berwarna kecoklata  jelas terlihat dihapannya,
" Pin! Coba lihat, duduk di balik pohon bambu itu pasti asyik!" ucap Cipruy sambil menyambit bungkus es kenyot ke tempat yang ditudingnya.
Tak lama berselang Cipruy turun dari tanggul. Bagai petualang sejati ia melompati semak lalu duduk bersandar pada barisan pohon bambu. Sementara itu, Kepin masih mengamati dari atas tanggul, ia melihat Cipruy mengeluarkan sesuatu dari dalam  tasnya.
" Wahhh! kamu mau ngapain sih Pruy! " pekik Kepin. Sesuatu dalam hati Kepin terasa mendorongnya. Tanpa dipinta, Kepin pun menyusul jejak Cipruy sampai ke bawah tanggul.
" Uhuk, uhuk!" Cipruy terbatuk  usai memperagakan sesuatu dengan benda sebesar jari telunjuknya itu.
" Â Sini! Â kamu coba deh," Cipruy menyodorkan jemarinya.
" Uhuk-uhuk.." Kepin terbatuk.
" hahaha" Gelak tawa mereka kemudian terdengar sambar-menyambar.
Momen itu membuat Kepin dan Cipruy jatuh cinta kepada teman baru mereka. Â Walau pun Cipruy juga baru mengenalnya, namun Cipruy mampu berlagak seperti sohib lama, lantas memperkenalkan dan mendemonstrasikan cara bermain dengan teman baru itu kepada Kepin.
Semilir angin menyapu kepulan asap dari bibir mereka. Kepin  mudah sekali akrab dengan benda yang di hari kemudian akan menjadi teman dekatnya itu. Teman barunya ini begitu aduhai bagi mereka.
***
Di awal sore, anak-anak di permukiman itu punya agenda mengaji di masjid. Mereka kerap kali saling jemput menjemput, berjalan dari rumah ke rumah, meneriaki teman-teman mereka untuk berangkat ke mesjid bersama. Akhir-akhir ini, Si Cipruy dan Kepin selalu menghilang dari barisan teman-teman lainnya, yang sebagian besar lebih muda umurnya dibanding mereka.
Kini, semenjak punya teman baru, Cipruy dan Kepin jadi sering pamit ke masjid  lebih cepat dibanding biasanya, bukan karena semangat mereka meningkat, namun itu siasat. Sebenarnya mereka ingin transit ke tanggul terlebih dahulu, mampir di balik pohon bambu, guna bermain dengan teman baru yang menurut mereka aduhai itu.
Siang demi siang, sore demi sore mereka telah  bergaul rutin dengan teman baru itu.  Ketika Kepin masih terbatuk - batuk, Si Cipruy sudah mampu mengeluarkan asap dari hidung. Siang ini,  Kepin sedang berupaya mengeluarkan asap tipis dari hidung, sedangkan  Cipruy sedang berlatih gaya baru. Sambil membayangkan ayahnya ketika diruang tamu rumahnya, bibir Cipruy dimonyong-monyongkan seperti mulut ikan lohan.
 "Nih giliranmu, yang ini agak sulit tapi ayahku bisa membentuk asap lingkaran," oceh Cipruy sambil menyodorkan sebatang teman barunya itu. Kepin menyambut dengan jemarinya.
Tak disangka, tatkala mereka sedang asik bermain bersama sang teman baru itu, ternyata Kang Aeb, marbot masjid, melihat gerak-gerik mereka dari seberang sungai.
" Hoi! 'Lihai sekali kalian mengisap rokok!" Pekik Kang Aeb sambil menggulung tali pancing di dasar air sungai. Cipruy gelagapan bukan kepalang. Kepin pun demikian. Mereka tak bisa berkilah, tak sempat berucap apa-apa. Mereka serta merta lompat ke tanggul, lalu lari tunggang - langgang. Â
***
Kejadian  siang itu membuat Kepin disidang oleh ibunya,Â
" siapa yang ngajarin kamu, Dek? pasti Cipruy!" Geram ibunya suatu ketika. Kepin masih membisu, kemudian ibunya menyambar lagi, " baru juga masuk SMP sudah ngerokok ngerokok segala! Bikin malu orang tua aja!"
" Habisnya, Â Aku minta PS Â yang baru sama ayah, Â enggak dikasih-kasih," Â jawab Kepin mewek.
" Kamu ka udah punya. Lagi pula kamu udah makin dewasa, masa masih mau main -- main game segala, kaya anak SD aja kamu." Balas Ibunya.
" Bu, sekarang udah zamannya PS dua , anak SMP juga mainannya PS dua " Â Jawab Kepin.
" lah punyamu itu PS apa?" Tanya ibunya bingung.
" Itu PS satu." Jelas Kepin  dengan muka masam.
" Hmm, yasudah ibu bilang ayah dulu. Tapi kamu janji, jangan lagi bergaul dengan  Cipruy! Jangan ngerokok lagi!"  Ucap ibunya tegas
***
   Semenjak kepergok oleh Kang Aeb, si Cipruy pun merasa was-was di mana-mana. Di jalanan, di rumah, di kamar tidur, di wc. Hingga di sekolah,  ia langsung menyandera Kepin dengan tanya,
" Hah, kamu bilang begitu ke Ibumu? Terus gimana ?" Cipruy menagih jawaban. Â
" Iya, nanti ayahku akan pulang membawa PS dua, makanya mulai sekarang aku enggak bisa pulang bareng kamu.  Aku mau main ps, mau lekas pulang." Kepin  menjelaskan.  Dan Cipruy  pun mengingat baik-baik jawaban Kepin. Barangkali  itu dapat menjadi ide apabila ia mengalami hal serupa, pikir cipruy.Â
Sepulangnya dari sekolah,  Cipruy langsung mengurung diri di dalam kamar. Dan yang ditakutinya pun terjadi.  Ayahnya datang, pintu kamar  itu dibuka dengan kasar.
" Dengar - dengar kamu merokok? anak satu ini mau ngerusak diri rupanya?" Sambil bertolak pinggang, ayahnya mengepung Cipruy  di depan pintu kamarnya.
" Sudah, sudah, namanya anak anak. " Ibunya Cipruy menyusul dari belakang.
" ...engga kok, orang cuma.." jawab Cipruy terbata-bata.
" Siapa yang ngajarin kamu sih! Tahu tidak, ibunya Kepin marah-marah tuh! bikin malu orang tua!" Sanggah ayahnya. Kemudian berturut - Â turut memukul pintu kamar.
" Ayah! sudah sudah. " Ibunya menengahi dan menyambar, "Nak, ngapain sih ngerokok-ngerokok? ga baik ah, jangan ikut-ikut ayahmu, mending uangnya buat beli makanan." Tutur ibunya lembut dan tenang.
" Habis, aku minta PS nggak pernah dibeliin sama ayah. Yaudah, Aku ngerokok aja!" Cipruy mengutarakan kalimat yang terinspirasi dari cerita Kepin.
Mendengar jawaban Cipruy, seketika sang ayah berjalan mendekati Cipruy yang tengkurap di atas kasur. Lalu menoyor kening anaknya,
" keluar! " Â bentak Ayahnya kemudian, sambil melayangkan jemari telunjuknya." Keluar sana! keluar dari rumah ini! Cari duit sendiri! Dasar!" Â Sang ayah kalap, Â bersungut-sungut tak karuan.
 2016.Â
Marendra Agung J.W
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H