Pada poin ke enam, ICFE menyerukan kolaborasi global di antara pemerintah, organisasi nirlaba, dan tokoh-tokoh filantropis. Pihak-pihak tersebut harus mengembangkan dan mendistribusikan teknologi dan platform digital sebagai sumber pendidikan yang terbuka dan gratis.
Pendidikan dalam karakter digital/edutech, tidak dapat berkembang dengan konten siap pakai yang dibangun di luar ruang pedagogis.Â
Jika pendidikan dengan sistem edutech akan menjadi bentuk baru setelah pandemi berakhir, maka sekolah tidak dapat bergantung pada platform digital yang dikendalikan oleh perusahaan swasta.
"Public education cannot be dependent on digital platforms provided by private companies" (Hlm, 17)
Poin penting dalam gagasan ini ialah bahwa banyak platform dan teknologi semacam itu masih ekslusif di tangan perusahaan swasta. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mengambil haknya, sebagai upaya menumbuhkan minat dan keterampilan pelajar.
7. Meninjau Ulang Sistem Pendidikan : Penguatan literasi sains dalam kurikulum pendidikanÂ
Pandemi COVID-19 membatasi dimensi pendidikan humanistik yang luas dan penting untuk berkembangnya perdamaian, demokrasi dan pemahaman antarbudaya. Krisis saat pandemi ini membuat dunia pendidikan terpaksa mengikuti fungsi teknologi.
Bahayanya, dimensi ini dapat dikalahkan oleh penekanan pada keterampilan teknis, modularitas kurikulum dan penilaian numerik, sebagai tanda kemajuan dan tolok ukur.
Hal itu memang alami dari budaya pendidikan digital. Kendati demikian, Â ICFE menganjurkan hal yang tak kalah penting dan esensial.
Menurut ICFE, literasi sains dalam kurikulum sangat diperlukan. Ini adalah waktu yang tepat untuk merenungi kembali  tentang kurikulum. Menurut ICFE, dunia pendidikan harus berjuang melawan penolakan pengetahuan ilmiah ( sains) dan secara aktif melawan buruknya budaya informasi.
"Curricula should be increasingly integrated and based on themes and problems that allows us to learn to live in peace with our common humanity and our common planet." (Hlm, 18)