Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mengapa Tidak Ada Modalitas di Baliho Politisi?

20 Agustus 2021   03:25 Diperbarui: 23 Agustus 2021   08:28 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh jadi, timses atau tim kreatif dari pembuat baliho telah mempertimbangkannya dengan matang. 

Pembuat slogan baliho sepertinya memilih untuk sekadar memberi pernyataan atau pengabaran, sebagaimana fungsi plang toko atau warung makan di tepian jalan raya. Artinya tidak ada kemungkinan makna psikologis yang ditawarkan kepada pembacanya.

Baliho bergambar Airlangga Hartarto di depan bekas stasiun Blora (Sumber: Kompas.com Rusta Yuli Pradana)
Baliho bergambar Airlangga Hartarto di depan bekas stasiun Blora (Sumber: Kompas.com Rusta Yuli Pradana)

Sebagi contoh pada baliho dengan tagline atau slogan yang berbunyi, "Kerja untuk Indonesia". Ungkapan tersebut tidak memberi dinamika "mood" kepada pendengar ataupun pembaca.

Fungsi komunikasinya menjadi "tawar", karena sekadar mengabarkan atau menyatakan. Berbeda jika diberi modalitas intensional. 

Misalnya seperti adverbia akan dan hendak sehingga menjadi, "Akan kerja untuk Indonesia" atau dapat pula menjadi "Hendak Kerja untuk Indonesia".

Hadirnya adverbia tersebut memberi makna "kemungkinan" terhadap keadaan di masa yang akan datang.

Tanpa menggunakan adverbia akan dan hendak, ungkapan tersebut memaksa pembaca untuk membayangkan bahwa yang bersangkutan sedang bekerja untuk Indonesia. Walau slogan pada baliho itu difungsikan untuk periode kerja di masa yang akan datang.

 Baliho bergambar AHY di Klaten (Sumber: SOLOPOS.COM -Detik.com)
 Baliho bergambar AHY di Klaten (Sumber: SOLOPOS.COM -Detik.com)

Pada slogan yang berbunyi "Demokrat Nasionalis Religius Berkoalisi dengan Rakyat", juga tidak mengandung modalitas. Padahal, jika diberikan modalitas epistemik misalnya, maka tuturan menjadi terang dan percaya diri.

Sebagai contoh, "Demokrat Nasionalis Religius Pasti Berkoalisi dengan Rakyat". Adverbia pasti memberi ruang makna psikologis "keyakinan". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun