Presiden Jokowi untuk kali kedua memberikan amanat penting yang menyiratkan kepedulian Pemerintah yang sangat besar terhadap Ketahanan Keluarga melalui penguatan Kualitas keluarga.
Tahun 2016 awal Presiden Jokowi melakukan Pencanangan Kampung KB di Desa nelayan Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Sejak saat itu, kini ada lebih 15.000 Kampung KB di seluruh Indonesia.
Presiden minta lokasi Kampung KB di tiap Kabupaten dan Kecamatan adalah, merupakan Desa termiskin (diambil dari Data BPS dan Kemensos) dan Desa dengan Kepesertaan ber-KB paling rendah (Data Basis BKKBN).
Dengan kedua indikator itu, kita akan menemukan "legokan", wilayah Desa atau Dusun yang terlemah dan paling bermasalah. Di mana kehidupan sangat sangat rendah bahkan buruk kualitas infrastruktur dan lingkungannya, dan ditemukan banyak bayi dan balita dengan kondisi fisik yang buruk, sering pula ditemukan anak usia 10 tahun tampak seperti anak usia 5 tahun dan diusia sekolah belum bersekolah.
15.000 Kampung KB dikeroyok Lintas Sektoral dikordinir aparat setempat dan unsur BKKBN secara gotongroyong. Kini banyak kisah sukses mulai terdengar dan jadi contoh model kemajuan.
Dapat dibayangkan, jika semua legokan (wilayah terlemah) itu terangkat semua indicator suksesnya, maka masalah besar dalam keadilan dan kesejahteraan sudah boleh dikatakan mulai teratasi. Ini masalah mendasar, Hak Azasi Manusia.
DR. Hasto mengingatkan kembali bahwa, Bapak Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 yang menugaskan BKKBN (kembali) sebagai koordinator penanganan penurunan stunting.
Ini tugas baru dan menantang. Semula banyak yang terheran dan anggap salah penugasan kepada BKKBN.
Tetapi lambat laun setelah dipahami bahwa konsep pencegahan stunting bukan bermula dari sudah terjadi (alias sudah jadi beban dan lost generation), melainkan dimulai sejak remaja yang harus paham kesehatan reproduksi agar tidak menikah dini dan tahu jaga alat reproduksinya.
Lain itu juga meningkatkan pengetahuan mendasar kehidupan berkeluarga bagi calon pengantin, di samping pemahaman selama masa kehamilan, masa menyusui bayi dan saat mendampingi sang anak dalam masa tumbuh kembangnya sampai usia 5 tahun.
Jika selama masa itu, yang bisa mencapai rentang waktu 10 tahun bagi setiap manusia Indonesia, maka pada saat ia berusia 8-10 tahun, ia tidak lebih kerdil dan kurus dibanding rekan sebaya sesekolahnya di kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar, tetapi sang guru pun membuktikan bahwa sang anak tidak mempunyai masalah dengan kognitifnya atau kecerdasannya. Ini juga masalah Hak Azasi Manusia, memutus Lost Generation (menjadi generasi yang hilang).