[caption id="attachment_385086" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi Kompasiana (axltwentynine.com)"][/caption]
Betapa berat perjuangan menjadi seorang Ibu, mulai dari saat pertama kali mengandung hingga anak tumbuh dewasa dan akhirnya Ibu memejamkan mata untuk selama-lamanya. Tapi sayangnya beberapa diantara kita terkadang lupa dan tak menyadari, hingga akhirnya memandang sebelah mata orang tua (Ibu) kita sendiri.
Ketika mengandung di awal kehamilannya seorang Ibu harus merasakan mual muntah hebat karena meningkatnya hormon kehamilan. Tubuh ibu lemah lunglai karena aliran darah mereka harus dibagi dua untuk janin mereka. Belum lagi makin lama janin makin besar beban berat harus dipikul hingga sembilan bulan lamanya. Di saat bersamaan ibu masih harus tetap mengurus suami dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang jadi kewajiban mereka.
Saat hendak lahirkan kamu ke dunia, tekanan psikis dan ketakutan ibu makin hebat. Ini adalah pertaruhan nyawa, tak hanya Ibu tapi juga janin mereka. Tak mudah melahirkan bayi ke dunia. Ibu harus menahan kesakitan yang luar biasa hebat, kehilangan banyak darah dan semua itu hanya dirasakan oleh seorang ibu.
Setelah lahir Tugas Ibu tak jg jadi lebih ringan, bahkan tambah berat. Begadang menahan kantuk tiap malam karena bayi menangis blm jika anak sakit ibu akan ekstra standby menjaga anak mereka, harus menahan sakit karena puting payudara mereka lecet ketika menyusui, membersihkan kotoran bayi mereka sampai anak beranjak tumbuh besar dan bisa membersihkan kotoran mereka sendiri.
Perjuangan Ibu belum lah berakhir di situ, di usia sekolah dan remaja anak. Ibu masih harus menyiapkan segala keperluan sekolah anak, membantu Ayah mencari tambahan biaya untuk keperluan anak mereka, bahkan masih banyak ibu yang rela menahan lapar dahaga asalkan anak mereka dapat tetap makan dan senang. Banyak juga Ibu yang lemah itu harus bekerja kasar, menjadi tukang batu, kuli angkat, menarik gerobak/becak, demi sesuap nasi bagi anak mereka.
Tak berhenti sampai disitu, ketika anaknya hendak berumah tangga pun Orang tua (ayah dan Ibu) masih harus mempersiapkan banyak biaya ini dan itu demi kelangsungan resepsi acara pernikahan anak mereka. bahkan untuk perlengkapan rumah tangga Ibu masih ikut sibuk untuk mencarikan dan membelikan supaya anak mereka dapat hidup mandiri. Masih banyak juga pasangan yang sudah menikah dan masih tetap tinggal dengan orang tua.
Setelah anak menikah, dan hamil ibu masih tak berhenti untuk peduli pada anak mereka. Segala sesuatunya Ibu yang turut menyiapkan bagi persiapakn kelahiran cucu mereka. Belum lagi setelah lahir banyak orang tua yang menitipkan anak mereka pada Ibu mereka untuk di rawat karena orang tua harus bekerja.
Tapi apakah Ibu pernah mengeluh ? pernahkah Ibu protes dan meminta bayaran atas semua yang telah mereka lakukan demi memperjuangkan anak mereka? Saya yakin TIDAK.. karena seorang Ibu sangatlah penyayang dan tulus hatinya. Bahkan sampai akhir hayatnya pun seorang Ibu selalu Ikhlas direpotkan oleh anak-anak mereka.
Miris dan sedih ketika mendengar kabar berita seoang Ibu dituntut anak kandungnya sendiri karena perebutan warisan, miris ketika seorang Ibu di bunuh anaknya sendiri karena masalah sepele, miris ketika seorang anak berlaku keras dan kasar pada ibu mereka sendiri.
Perasaan wanita (ibu) itu sangatlah sensitif, bahkan didalam Al Quran surat (al-Isra’:23) Allah berfirman: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia."