Mohon tunggu...
Wahyu Triasmara
Wahyu Triasmara Mohon Tunggu... Dokter - Owner Klinik DRW Skincare

Seorang manusia biasa kebetulan berprofesi dokter yang ingin berbagi cerita dalam keterbatasan & kesederhanaan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kongkalikong Dokter dengan Perusahaan Obat (Tinjauan Dokter vs Wartawan)

28 November 2014   23:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:35 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14171651591327827310

[caption id="attachment_356692" align="aligncenter" width="505" caption="sumber pribadi"][/caption]

Klarifikasi pemberitaan media massa yang belakangan marak beredar mengenai tuduhan kongkalikong antara dokter dan perusahaan Obat yang konon dibongkar oleh mantan medical representatif (medrep) pada surat kabar tribbun news dan ditayangkan beberapa waktu lalu. Kasus seperti ini jika benar terjadi tentunya sudah melanggar sumpah dan kode etik kedokteran. Namun sayangnya berita yang disajikan juga sarat muatan adu domba antar profesi dan sudah jauh dari kode etik jurnalistik yang semestinya. Maaf saya bukan orang pers namun sedikit banyak tahu fungsi dari kode etik pers itu sendiri.

Sebelumnya saya ingin mengutip tulisan dari seorang jurnalis senior sekaligus juga seorang dosen pengajar di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. "Perlunya Kode etik jurnalistik sangatlah jelas karena pers memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat. Bahkan, pengaruh pers itu tidak saja bersifat positif bagi masyarakat, tetapi bisa pula sebaliknya bersifat negatif. Pengaruh negatif itu misalnya bisa berbentuk ADU DOMBA antar satu kelompok dengan kelompok lainnya, menyudutkan suatu kelompok masyarakat atau keyakinan tertentu, menghina atau mencemarkan nama baik perorangan, maupun kelompok yang tanpa disertai alasan bukti nyata, menyebarluaskan paham yang menyesatkan, menyebarluaskan pornografi, dan lain sebagainya."

Sayangnya saat ini Kode etik jurnalistik sudah banyak dilanggar oleh beberapa oknum wartawan yang ngakunya IDEALIS tapi yang terjadi adalah adanya praktek provokasi dan adu domba. Sama halnya kami (dokter) yang baru-baru ini (lagi-lagi) jadi pemberitaan panas dan seolah di adu domba dengan profesi lain (MedRep-Apoteker-dan Pasien). Padahal sejatinya kami dan profesi-profesi tersebut sejatinya adalah mitra yang saling bahu membahu untuk menyelenggarakan layanan kesehatan yang lebih baik. Walau saya akui pastinya ada saja OKNUM yang tak bertanggung jawab memanfaatkan profesinya untuk hal yang tidak baik. Namun jelas hal itu tak bisa di generalisasi bahwa semua orang yang berada di dalam profesi itu adalah tidak baik.

Yang paling memilukan adalah perang antar media ketika pilpres kemarin, bahkan sampai hari ini berita-berita mereka yang terkait prabowo dan jokowi masih sering memicu panas telinga dan debat yang tak berkesudahan bahkan setelah pilpres usai. Terlihat sekali oknum media ini ingin oplah penjualan media mereka meningkat, kunjungan ke web site mereka naik, sehingga akan banyak pesanan IKLAN yang masuk. Well akhirnya mereka kejar tayang menayangkan berita2 kontroversial yang tak memenuhi kaidah jurnalistik yang dimaksud.

Kalau menurut saya hal demikian yang dilakukan oleh segelintir oknum jurnalis kuranglah etis. Mau cari berita (duit) kok begitu. Dalam kasus ini begitu tendensiusnya mereka menuduh dokter memanfatkan profesinya utk berjualan obat demi materi. Padahal didalam profesi jurnalis itu sendiri saya lihat ada juga oknum jurnalis yang menggadaikan idealisme profesi mereka utk menuliskan berita-berita provokatif, adu domba dan tak jarang fitnah.

Merujuk dari judul tulisan kami diatas, Benarkah Tudingan Dokter Kongkalikong Dengan Perusahaan Obat? jika boleh jujur kami pun mengakui kalau memang barangkali ada beberapa oknum dokter yang meresepkan obat demi materi. Kami tidak menyangkal dan tak juga anti kritik. Tapi kalaupun kondisi tersebut benar lalu siapa yang rugi? yang paling dirugikan jelas pasien dokter itu sendiri yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari karena saya yakin pasien sekarang juga sudah cerdas, tapi kalau wartawan berjualan berita (provokatif) yang jadi korban siapa? bisa jadi ratusan, ribuan bahkan seluruh pembacanya yang hanya memakan berita mereka secara mentah-,mentah dan terlebih akhirnya mereka ikut menyebarkan berita fitnah.

Yang juga patut disayangkan selama ini tak pernah ada jurnalis yang menuliskan atau menguak akan kebobrokan dunia mereka sendiri, tapi kelihatannya mereka hanya gemar menyoroti profesi lain diluar mereka sendiri. Kalau kata pepatah sih “Gajah di pelupuk mata tak tampak. Semut di seberang lautan nampak”.

Tulisan ini sejatinya tidak mutlak merupakan pembelaan terhadap pemberitaan yang selama ini beredar mengenai pengakuan mantan med-rep, ataupun apoteker tersebut yang menceritakan bahwa ada kongkalikong antara dokter dengan perusahaan obat. Karena sekali lagi tak bisa kita pungkiri bahwa OKNUM pastilah ada, orang baik dan kurang baik itu pasti ada di semua profesi termasuk disini adalah profesi dokter / tenaga kesehatan. Namun kalau boleh sesekali anda bertanya pada med-rep yg masih aktif justru hidup mereka sangat tergantung dari peresepan obat oleh dokter. Begitu pula dokter juga terkadang membutuhkan referensi obat yang bagus dari med-rep.

Perlu diketahui juga golongan, jenis dan  merk obat itu bermacam-macam. Ada obat murah dan ada obat yang sangat mahal bahkan dari golongan yang sama dengan merk berbedapun harganya bisa terpaut jauh. Dari segi kualitas? yah secara logika aja, suatu barang ada nilai/harga yang berbeda pasti beda pula kualitasnya walau jenisnya sama. Sama halnya dengan obat generik atau paten menurut saya pribadi untuk beberapa jenis obat tertentu sangat berbeda kualitasnya.

Nah skrg pertanyaanya kenapa masih ada obat mahal? silahkan barangkali anda para jurnalis / wartawan tanyakan pada pemerintah terkait, KENAPA PAJAK BEA CUKAI MASUK OBAT-OBATAN & ALAT-ALAT KESEHATAN KE INDONESIA NILAINYA SANGAT BESAR HAMPIR SAMA DENGAN PAJAK BARANG MEWAH!? belum lagi proses administrasinya yang sangat ribet dan berbelit-belit, sehingga harganya sangat mahal dan tak terjangkau bagi pasien terutama kelas menengah kebawah. Seharusnya hal seperti inilah yang juga perlu dikritisi oleh rekan2 wartawan, kenapa biaya berobat yang "(LAYAK)" dalam tanda kutip itu akhirnya menjadi sangat mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun