[caption id="attachment_418754" align="aligncenter" width="624" caption="Apakah yang anda yakini selama ini tentang zona nyaman adalah benar-benar zona nyaman?/Kompas Female"][/caption]
Sengaja, belakangan saya nongkrong di angkringan, ngobrol sama tukang sayur keliling dan penjual nasi warung pecel lele. Saya beranikan untuk bertanya pada mereka kira-kira berapa hasil jualan mereka rata-rata dalam sehari.
Ketika saya tanya pada tukang sayur keliling yang saya kenal sekitar 4 tahun lalu, awalnya ia hanya naik sepeda motor. Kini malah sudah bawa pick up baru. Ketika saya tanya berapa kira-kira penghasilan bersih setiap hari, ia menjawab: "ya lumayan mas bisa buat nyicil mobil ini tiap bulan 6 jutaan." Berarti, bisa dihitung penghasilan beliau berkisar 200-300 ribuan perhari.
Lalu, saya tanya mas-mas penjual angkringan. Setiap hari dia bisa mengantongi penghasilan bersih sekitar Rp. 200.000 perbulan.
Yang lebih dahsyat lagi adalah penjual pecel lele yang lumayan cukup ramai. Dia berujar setiap hari bisa mengantongi penghasilan bersih hingga 500 ribu! Wow! bayangkan jika tiap bulan dia buka lapak 30 hari penuh, mungkin ia bisa mengantongi hingga 15 Juta.
Lalu, bagaimana dengan penghasilan tenaga kesehatan Indonesia? dokter umum, perawat, bidan, hingga analis farmasi? saya yakin rata-rata penghasilan mereka masih di bawah mas-mas penjual angkringan yang sebulan bisa mengantongi penghasilan bersih 6 juta rupiah.
Karena saya orang kesehatan, maka yang akan saya bandingkan  adalah orang kesehatan juga. Teman-teman dokter umum saya kira masih lebih beruntung dibayar lebih manusiawi ketimbang perawat atau bidan yang kadang dibayar asal-asalan. Mau syukur, enggak mau, ya sudah, silahkan keluar. Karena pemilik modal berpikir masih banyak tenaga kesehatan lain yang mau mengisi posisi mereka.
Bahkan karena saking banyaknya lulusan, banyak teman-teman tenaga kesehatan yang digaji di bawah UMR. Jika UMR di daerah saya sekitar 950 ribu, masih banyak diantara teman-teman perawat dan  bidan yang hanya digaji 650 ribu. Padahal, pekerjaan mereka sangat melelahkan dan berisiko tinggi. Belum lagi mereka telah menempuh sekolah yang sulit dan biaya tinggi pula.
Lalu, sampai kapan teman-teman akan seperti ini? Kenapa saya hubungkan dengan penjual angkringan, penjual sayur, dan pecel lele?
ketika saya tanya pada penjual angkringan tadi, ternyata dia lulusan D3 Ekonomi. Ketika saya tanya penjual lele, ternyata dia hanya lulus SD. Ketika saya tanya penjual sayur , dia HANYA lulus SMK. Ternyata, pendidikan tak selamanya berbanding lurus dengan penghasilan bukan?
Lalu, apa teman-teman akan tetap bertahan dengan pendidikan tinggi namun dengan penghasilan yang pas-pasan? kadang-kadang kita terbentur dengan jalur pendidikan hingga kita enggan keluar dari jalur nyaman yang sebenarnya tidak nyaman.